Mercu bangunan pelimpah menggunakan mercu tipe Ogee pada elevasi +123.50 dan elevasi muka air banjir pada elevasi +129.20.

Tubuh bendungan menggunakan urugan tanah dengan kemiringan hulu dan hilir adalah 1:2, elevasi puncak bendung pada elevasi +131.50 dengan dasar bendungan pada elevasi +107.50,dan panjang dasar tubuh bendungan adalah 103.00 m.

Perhitungan stabilitas tubuh bendungan dan spillway aman terhadap gaya-gaya yang terjadi baik dalam kondisi muka air banjir maupun dalam kondisi muka air normal.

Namun Haryono, Kepala BWS Maluku waktu itu pada pertengahan tahun 2018 menyatakan, bahwa bendungan tersebut akan memiliki volume tampung sampai dengan 50 juta meter kubik dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku dengan debit sebesar 250 m/detik.

Keberadaan bendungan ini, lanjut Haryono, juga sangat signifikan untuk ketahanan pangan dan energi karena direncanakan mampu mengairi lahan irigasi seluas 10.000 ha serta didayagunakan sebagai PLTA dengan kapasitas sebesar 8 MW.

FKMS menilai dengan adanya perubahan ini tentunya mengakibatkan adanya perubahan biaya. Selama perubahan tersebut didasari alasan teknis yang jelas dan rasional tentu tidak masalah. Namun jika perubahan tersebut untuk tujuan menguntungkan pihak-pihak tertentu tentunya harus kita kejar.

“Lantas perubahan tersebut untuk apa?” tanya Sutikno.

Untuk menjawab pertanyaan itu, FKMS menguraikan proses lelang yang terjadi 2,5 tahun yang lalu. Tepatnya tahun 2017 Kementrian PUPR melaksanakan lelang Bendungan Waeapo yang terbagi menjadi tiga paket, dengan rincian 2 paket kontruksi dan satu paket pengawasan.

Dari pengamatan FKMS diketahui bahwa proses lelang dua paket kontruksi diduga ada persengkokolan lelang atau kongkalikong. Terlihat kedua paket ini ditawar oleh 4 perusahaan yakni PT Pembangunan Perumahan, PT Hutama Karya, PT Waskita Karya dan PT Brantas Abhipraya.

Setelah dilakukan proses lelang untuk pekerjaan kontruksi didapat pemenang sebagai berikut, yakni paket 1  dengan pemenang PT Pembangunan Perumahan KSO PT Adhi Karya. Paket 2 dengan Pemenang PT Hutama Karya KSO PT Jaya Kontruksi.

Dugaan adanya kongkalikong ini semakin kentara mengingat nilai kontrak yang diumumkan oleh SNVT  Pelaksana Jaringan Sumber Air Maluku Propinsi Maluku sebesar nilai kontrak paket 1 : Rp 1.069.480.985.000,00 dan nilai kontrak paket 2: Rp 1.013.417.167.000,00. Sehingga total nilai kontrak sebesar Rp.2.082.898.152.000,00

Ini berbeda dengan apa yang diumumkan oleh Komite Percepatan Penyedian Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang menyatakan, bahwa nilai investasi Bendungan Way Apu sebesar Rp.1,661 Trilyun. Terdapat selisih sebesar Rp.420 miliar.

Sebagaimana diatur dalam perpres 55 tahun 2010 jo perpres jo perpres 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa. Semua proyek pemerintah diberikan uang muka yang besarnya 30 % untuk proyek kecil dan 20% untuk proyek besar atau multi year contrak (MYC)

Dengan nilai kontrak untuk kedua paket kontruksi hampir Rp.2,1 triliun , maka uang muka yang sudah dibayarkan mencapai Rp.420 miliar. (Nilai persis sama dengan uraian diatas.red).

“Jadi selama dua setengah tahun atau 30 bulan lebih kurang Rp. 210 miliar mengendap tidak terpakai, jika disimpan dideposito akan hasilkan uang sebesar Rp.24 miliar. Jadi akibat tersendatnya proyek negara berpotensi kehilangan pendapatan Rp.24 miliar,” beber Sutikno (BB-DUL)