BERITABETA.COM, Ambon – Polemik terkait investasi yang dilakukan PT. Spice Islands Maluku (SIM) dengan membuka perkebunan piasang Pisang Abaka di kawasan Dusun Pelita Jaya, Desa Etti, Kecamatan Seram Barat, akhirnya ditanggapi pemilik lahan.

Decky Putirulan menantu dari keluarga Olczewski (Alm. Welly Olczewski) atau pemilik lahan yang dikontrakkan kepada PT SIM mengaku tidak sepakat dengan sikap warga Pelita Jaya dengan menolak aktivitas PT SIM.  

Lewat keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Rabu (17/7/2025), Decky menegaskan  kehadiran perusahaan PT SIM itu bertujuan untuk meningkatkan ekonomi daerah.

“Pihak perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah. Bahkan, mendapat izin dari pemilik lahan. Makanya beta (saya) kurang setuju dengan apa yang dilakukan warga Dusun Pelita Jaya,” ungkapnya.

Decky mengatakan, aksi pemalangan jalan yang dilakukan oleh warga Pelita Jaya adalah hak dari warga, namun warga juga harus memiliki dasar hukum yang kuat.

“Beta setuju kalau bang Maruf Tomia, bang Opik Latukau dan kawan-kawan meperjuangkan hak masyarakat Pelita Jaya. Namun harus memiliki dasar hukum alias bukti kepemilikan lahan yang jelas untuk mempertahankan hak masyarakat Dusun Pelita Jaya,” beber Decky.

Decky mengatakan, aksi masyarakat Pelita Jaya yang kerap viral di media masa, hingga adanya pemalangan jalan perlu dijelaskan bahwa, kedudukan lahan tersebut telah di kontrakan kepada PT. SIM sejak tahun 2021 lalu.

Ia menuturkan bahwa, pada Pada Tahun 1919 kakek dari mertua Welly Olczewski (Herman Olzewski) membeli tanah dari Hiti Patia Elly di Negeri Kawa untuk membuat perkebunan kelapa di dusun Waeputih.

Kemudian, di tahun yang sama, yakni pada tanggal 6 April 1919 Herman Olczewski juga membeli tanah dari Nicolas Tuhuteru (Raja Tua Tuhuteru), pemilik tanah dalam petuanan Desa Etti, yakni di Kotania dan sekitarnya.

Dalam perjalannya, pada tahun 1965 Pemerintah Panitia Landerfofrm Eti memasukan bapak La Imu, warga Pulau Buntal dan Pulau Osi ke dusun atau tanah yang dibeli olah Herman Olczewski, yang dibelinya dari Raja Tua Tuhuteru.

Menanggapi kondisi itu, pada Tahun 1972 keluarga Olczewski (Anak dari Herman Olczewski) mengungat Panitia Landerform Eti sebagai tergugat I, dan Bapak La Imu sebagai tergugat II di Pengadilan Negeri Masohi.

Masih menurut Decky, pada Tahun 1973 Putusan Pengadilan Negeri Masohi mengabulkan seluruh gugatan Pengugat (Keluarga Olczewski) dengan Putusan Nomor 11/1972-Prdt Tanggal 22 Maret 1973 dengan  mengesahkan Peta terhadap 4 dusun/lahan yang dibeli dari Raja Tua Tuhuteru yang diketahui oleh Camat dan diakui oleh Keluarga Tuhuteru.

Ia menegaskan, empat dusun tersebut, diantaranya Ilok (Sebagian Resetlemen Pulau Osi); Kawa Lama (Pelita Jaya); Mumul Laut (seputaran sekolah dan Puskesmas yang di Bangun atas ijin Alm. Welly Olczewski sampai di rumah Maruf Tomia).

Hal yang sama juga dilakukan  Mumul Darat (dari air mumul samping Rumah Maruf Tomia, berbatasan dengan bagian Utara. Dan Timur berbatasan dengan tanah yang dibeli dari Hiti Patia Elly.

Ia menerangkan, pasca PN Masohi mengabulkan seluruh gugatan Keluarga Olczewski, keluarga Landerform Eti dan La Imu tidak melakukan upaya hukum. Sehingga pada tahun 1974 Keluarga Olczewski mengajukan Permohonan Eksekusi terhadap tenah-tanah yang dibelinya dari Raja Tua Tuhuteru, dan telah mebayar biaya Eksekusi sebesar Rp65.000 dengan Kwitnasi Nomor 6. Pr/1974 tanggal 29 Juni 1974.

“Akan tetapi, entah kenapa sampai saat ini PN Masohi belum juga melaksankan eksekusi,” tanya dia.

Selanjutnya, pada tahun 1973 Landerform Eti kembali memasukan 116 kepala keluarga masyarakat dari Pulau Osi dan Pulau Buntal di tanah Mumul Darat dan Mumul Laut tanpa sepengetahuan Keluarga Olczewski, maka pada tanggal 15 Januari 1974 kembali mengugat 116 Kepala keluarga tersebut.

Pada tanggal 20 Mei 1975 Pengadilan memutuskan Perkara tersebut dengan Nomor Putusan 1/Pr/1974-Prdt dengan status “Niet Ontvankelijke Verklaard” (NO) dan menghukum pengungat membayar biaya,”urainya menutup (*)

Editor : Redaksi