Perkembangan Derajat Kesehatan

Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat suatu daerah yang digunakan pemerintah adalah tingkat kesakitan (morbidity rate) yaitu keluhan kesehatan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk.

Pada tahun 2019, sebesar 18,09 % penduduk laki-laki di Maluku tercatat mengalami keluhan kesehatan, sedangkan penduduk perempuan di Maluku yang mengalami keluhan kesehatan sebesar 20,67%, sehingga secara total tingkat keluhan sakit (morbidity rate) sebesar 38,76%, dengan demikian dari 100 penduduk Maluku yang mengalami keluhan kesehtan maka 39 orang diantaranya mengalami gangguan kesehatan yang menyebabkan tidak bias beraktivitas.

Data Susenas 2019 mencatat, penduduk Maluku yang mengalami keluhan atau gangguan kesehatan cenderung lebih memilih tempat pelayanan kesehatan Puskesmas/pustu sebesar 54,36%; praktik dokter/bidan sebesar 26,71%; Rumah Sakit Pemerintah sebesar 9,99%, dan Klinik/Praktik Dokter Bersama sebesar 7,26%.

Selain itu perkembangan lain yang mencatat bahwa penduduk Maluku 61,19% memilih tidak melakukan pengobatan dengan berbagai alasan yaitu pengobatan sendiri, sebesar 61,19%, alasan merasa tidak perlu 31,91% dan tidak mempunyai biaya berobat sebesar 2,86%, ada juga  alasan tidak ada biaya transportasi, tidak ada sarana transportasi, waktu tunggu pelayanan lama, dan alasan tidak ada yang mendampingi berkisar di bawah 1,75%.

Dari informasi data di atas saja sudah menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Maluku sampai tahun 2019 masih rendah dari aspek layanan kesehatan Karen memiliki banyak factor, yaitu factor lemahnya transportasi sebagai akibat insfrastruktur yang masih kurang, diikuti dengan factor rendahnya pendapatan masyarakat, selain itu kurangnya sarana layanan kesehatan dan infrastruktur kesehatan di berbagai kecamatan dan desa.

Perkembangan Pengangguran

Pengangguran (unemployment) adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat” (Bappenas, 2004).

Pengangguran Maluku pada periode Agustus 2019 meningkat sebesar 54.575 orang atau 7,08% dari total angkatan kerja pada periode yang sama yaitu 770.386 orang, dan jumlah ini lebih besar dari angka pengangguran bulan Februari 2019 sebesar 52.821 orang atau 6,91% dari total angkatan kerja yaitu 764.030 orang.

Jika dilihat menurut data tahunan maka pada tahun 2019 terjadi penurunan  angka pengangguran 0,58% jika dibandingkan dengan periode Agustus 2018, namun lebih rendah tingkat penurunan ini jika dibandingka dengan Februari 2019 sebesar 7,26%.

Kondisi di atas ini terjadi disebabkan penyerapan tenaga kerja yang masih rendah disebabkan rendahnya kinerja perekonomian Maluku yang hanya tumbuh 4,73% pada TW IV-2019, lebih rendah dari TW III-2019 dengan angka pertumbuhan 5,26%, namun lebih tinggi dari pertumbuhan pada TW I-2020 yaitu 4,01%. Pelambatan perekonomian Maluku disebabkan juga rendahnya investasi, defisit neraca perdagangan Maluku, dan lemahnya infrastruktur yang mendukung proses produksi, distribusi, dan pemasaran.

Jika dilihat dari struktur tenaga kerja (labour force) di Maluku, maka diketahui bahwa sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian dalam arti luas, sementara pada periode 2019 terjadi pelambanan pertumbuhan dan produktivitas sektor pertanian.

Disisi lain tingginya angka pengangguran ini disebabkan jumlah penambahan lapangan kerja di Maluku belum mampu mengimbangi penambahan jumlah angkatan kerja sehingga walaupun jumlah orang yang bekerja meningkat tetapi seirama dengan itu jumlah pengangguran juga meningkat (bersambung)