BERITABETA.COM, Ambon -  Pengusaha kayu yang beroperasi di Maluku mengeluhkan adanya praktek pungutan liar (Pungli) yang kerap dimainkan oknum –oknum yang bertugas di Dinas Kehutanan (Dishut) Maluku.

Praktek kotor ini diungkap lantaran dinilai merugikan dan menyalahi aturan yang berlaku.

Salah satu pengusaha kayu yang enggan namanya diberitakan membeberkan hal ini kepada beritabeta.com dalam sebuah pesannya.

Ia merasa dirugikan kerena belum lama ini, pihaknya harus merogoh kocek hingga puluhan juta untuk disetorkan ke petugas Dinas Kehutanan.

Padahal, muatan kayu berupa kayu lok yang sedianya sudah diproses sesuai prosedur perizinan dan siap diberangkatkan keluar Maluku, harus ditahan oleh petugas di Dinas Kehutanan Maluku.

Sang pengusaha pun menceritakan kejadian yang terjadi menimpahnya beberapa waktu lalu. Ia mengaku saat itu dirinya membawa tiga truk kayu lok yang diangkut dari hutan Pulau Seram.

Setelah ditempuh proses yang berlaku, maka proses pembayaran iuran hasil hutan pun sudah disetorkan ke Negara dan dukumennya pun resmi terbit, menggunakan sistam online.

Mekanisme ini, kata dia sudah menjadi ketentuan bagi setiap pengusaha kayu yang proses di bidang ini. Namun, saat truk pengangkut kayu itu tiba di Dermaga Feri Liang, kemudian ditahan oleh petugas dari Kepolisian.

Proses penahanan ini sempat menuai perdebatan antara pihak Kepolisian dengan petugas Gakum Kehutanan. Pihak Gakum mengaku kayu-kayu yang ditahan itu sudah memiliki dokumen perizinan yang lengkap, sehingga tidak sepantasnya ditahan.

Anahnye,setelah dilepas pihak Kepolisian, petugas dari Dinas Kehutanan Maluku malah kembali menahan kayu-kayu itu,atas perintah Kepala Dinas Kehutanan dengan dalil telah terjadi over kubikasi.

“Muatan kayu yang kami berangkatkan waktu itu jenis kayu belu hitam. Dan kayu-kayu itu sudah kami proses sesuai ketentuan berlaku, termasuk kubikasinya, hingga kami bisa mengantongi izin dan sudah dibayarkan iuran hasil hutan kepada Negara, sesuai dokumen yang diterbitkan,” bebernya.

Sebagai pengusaha ia pun mengaku heran dengan sikap petugas Dinas Kehutanan saat itu, karena kubikasi kayu itu sudah ditetapkan dalam dokumen yang disebut Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu (SKSHK) yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan.

Setelah berproses, ia pun diminta untuk kembali membayar uang sebanyak Rp 38 juta ke petugas di Dinas Kehutanan. Padahal, proses pembayaran seperti ini tidak dihendaki karena termasuk dalam praktek pungli.

“Yang harus dibayar,  ya saat pengurusan dokumen kayu berupa iuran. Itu pun tidak dibayar langsung ke oknum petugas tapi langsung disetor ke rekening yang sudah ditentukan,” haran dia.

Atas tindakan ini, dirinya menilai praktek kotor itu sangat menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan  Negara. Dan kuat dugaan puluhan juta itu diambil untuk kepentingan pribadi, karena tidak ada bukti telah disetor ke Negara.

Sementara sumber lain media ini menyebutkan, praktek seperti ini bukan baru pertama terjadi, karena pungli-pungli ini juga diketahui oleh atasan,dalam hal ini Kadis Kehutanan.

“Praktek ini sudah menjadi rahasia umum. Namun teman-teman pengusaha terpaksa harus membayar karena tidak mau tambah merugi setelah kayu –kayu yang dibawa sudah diangkut dari lokasi pengolahan,’ beber sumber yang mengaku tahu dengan praktek ini (*)

Editor : Redaksi