Terdapat, tujuh indikator kawasan permukiman kumuh, yaitu kondisi bangunan, aksesbilitas Kawasan, layanan air minum, drainase, air limbah, pengelolaan persampahan dan pengamanan kebakaran.

“Laju urbanisasi, berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan dan tata ruang, kepadatan bangunan yang tinggi dalam luasan yang sangat terbatas adalah beberapa faktor penyebab terciptanya kawasan kumuh,”jelas Musrifah.

Musrifah menambahkan, selain ketiga faktor di atas, ada beberapa faktor juga yang meyebabkan terciptanya Kawasan Kumuh seperti tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan, rendahnya tingkat pendapatan dan karakteristik hunian dan penghuni.

“Salah satu strategi solusi penyelesaian masalah adalah pendekatan  berbasis masyarakat dan pemberdayaan masyarakat melalui sosialisasi dan edukasi,”tutur Musrifah.

Ia menuturkan, model-model pelayanan berbasis masyarakat membutuhkan partisipasi masyarakat pada semua tahapan, mulai dari mengidentifikasi kebutuhan, merencanakan kegiatan-kegiatan, melaksanakan rencana, mengkaji hasil dan membuat perubahan-perubahan yang diperlukan dalam suatu daur proses yang terus berlanjut.

Ditambahkan, Dengan adanya Aksi Perubahan ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antaranya masyarakat dapat dilibatkan langsung dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan peningkatan kualitas Kawasan Kumuh.

Kemudian, masyarakat beralih menjadi subyek untuk ikut serta berpartisipasi dalam merencanakan pembangunan dan terlibat dalam pengawasan, serta terbentuk instrumen yang menjadi acuan dan dasar hukum pelaksanaan.

“Ini yang kita harapkan, sehingga  dapat memberikan kepastian hukum kepada Stakeholder dalam upaya pelaksanaan penanganan Kawasan Kumuh,” tutupnya (*)

Pewarta : Edha Sanaky

Editor : Redaksi