Utusan Daerah dan Utusan Golongan dihapus. Digantikan Dewan Perwakilan Daerah. Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Mandat rakyat diberikan kepada dua ruang politik. Yaitu kepada Parlemen dan kepada Presiden. Sehingga masing-masing bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Melalui mekanisme pemilu.

Yang menjadi pertanyaan adalah; Dewan Perwakilan Daerah yang merupakan perubahan dan penyempurnaan wujud dari utusan daerah dan utusan golongan, mengapa justru kehilangan hak dasar sebagai pemegang Daulat Rakyat yang didapat melalui Pemilu? Yang sama-sama “berkeringat” melalui Pemilu bersama Partai Politik. Inilah yang saya sebut dengan kecelakaan hukum yang harus dibenahi.

Jadi penguatan peran dan posisi DPD RI bukanlah sebuah hal yang mengada-ada. Tetapi adalah upaya untuk mengembalikan atau memulihkan hak. Sebab, DPD RI adalah wakil dari daerah. Wakil dari golongangolongan.

Wakil dari entitas-entitas civil society yang non-partisan. Tetapi faktanya, mereka TIDAK BISA TERLIBAT dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini,  karena sejak Amandemen di tahun 1999 hingga 2002, wajah dan arah bangsa ini HANYA ditentukan oleh Partai Politik.

Partai Politik menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa ini. Dan hanya Partai Politik melalui Fraksi di DPR RI bersama Pemerintah yang memutuskan Undang-Undang yang mengikat seluruh warga bangsa.

Padahal sumbangsih entitas civil society non-partisan terhadap lahirnya bangsa dan negara ini tidaklah kecil. Tetapi mereka terpinggirkan, dan semua simpul penentu perjalanan bangsa ini direduksi hanya di tangan Partai Politik.

Tanpa second opinion dan tanpa reserved. Karena itu saya sengaja menggugah kesadaran bangsa, dengan terus menerus menyampaikan hal ini kepada seluruh elemen bangsa.

Karena hari ini bangsa Indonesia sudah jauh meninggalkan D.N.A. asli sejarah lahirnya bangsa ini. Bangsa ini nyaris mirip dengan bangsa-bangsa yang menganut paham Liberal Kapitalis. Padahal bangsa yang besar, pasti memiliki kesadaran yang besar atas sejarah kelahirannya. Sehingga menjadi peta jalan dalam menatap masa depan.

Sehingga sekali lagi, penguatan peran dan fungsi DPD RI bukan mengada-ada. Tetapi sebuah amanat sejarah. Bahwa bangsa ini juga memiliki ruang-ruang non-partisan yang juga berhak untuk ikut serta menentukan arah wajah dan perjalanan bangsa ini ke depan.

Kita bisa berkaca kepada hasil survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis pada 22 Mei 2021 yang lalu, dimana hasilnya ditemukan bahwa 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus kader partai dan hanya 28,51 persen saja yang menginginkan calon presiden dari kader partai.

Seharusnya DPD bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 persen responden dari hasil survei ARSC yang menginginkan calon presiden tidak harus kader partai.

DPD RI juga harus membuka saluran bagi lahirnya calon-calon pemimpin bangsa yang hak-haknya dijamin oleh konstitusi. Seperti termaktub dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD NRI 1945, yang tertulis; “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”