BERITABETA.COM, Jakarta - Presiden Joko Widodo [Jokowi] dikibarkan sudah menyetujui dua alternatif perusahaan yang akan menggantikan Shell dalam menggarap Blok Masela, yakni PT Pertamina (Persero) dan Indonesia Investment Authority (INA).

"Blok Masela itu kemarin Inpex itu 35% sahamnya keluar partnernya Inpex, kebetulan saya menjadi moderator di CEO meeting, atas persetujuan Bapak Presiden salah satu alternatifnya BUMN masuk. Caranya dua, apakah lewat Pertamina atau lewat INA," kata Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kepada awak media di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta seperti dikutip dari detik.com, Senin (8/8/2022).

Seperti diketahui, saat ini hanya perusahaan migas Jepang, Inpex, sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang menggarap proyek LNG tersebut.

Dengan adanya dua alternatif BUMN ini, diharapkan agar ada percepatan untuk Blok Masela segera berjalan. Sayangnya Bahlil tidak menyebutkan apakah keduanya atau salah satu BUMN tersebut akan masuk menggarap Blok Masela.

"Saya baru pulang kemarin, saya cek dulu ya," katanya singkat.

Sebelumnya Presiden Jokowi memang telah meminta agar segera dicarikan mitra untuk Inpex menggarap Blok Masela yang ditinggalkan Shell. Salah satu opsi mitra tersebut merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut juga disampaikan oleh Bahlil dalam konferensi pers mendampingi Jokowi pada akhir Juli lalu.

Sementara menurut Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, jika Pertamina mesti menjadi mitra Inpex maka perusahaan mesti mengucurkan modal yang tidak sedikit. Di sisi lain, Pertamina telah mengeluarkan biaya yang besar untuk menggarap Blok Rokan.

"Sedangkan hari ini untuk Rokan saja Pertamina masih cukup megap-megap dengan working capital dia masih harus melakukan pengeboran dan sebagainya," katanya di sela-sela acara Forum Kapasitas Nasional II, di JCC Senayan Jakarta, Kamis (28/7/2022).

Ia pun menyambut baik jika Pertamina melakukan produksi yang lebih masif. Namun, ia meminta agar realistis dengan kondisi Pertamina saat ini.

"Intinya begini kita semua senang kalau kemampuan nasional kita Pertamina misalnya juga melakukan produksi yang lebih masif, tapi kita juga harus realistis," ujarnya.