Psikologi Olahraga dalam Kehidupan Politik
Oleh : Muh Kashai Ramdhani Pelupessy (Magister Psikologi Sains Universitas Negeri Yogyakarta)
MENARIK, opini yang di tulis bung Iskandar Pelupessy di kanal BeritaBeta kemarin (lihat: https://beritabeta.com/opini/sepak-bola-relasi-sosial-manusia-dan-hiburan-di-masa-pandemi/).
Bung Iskandar mengulas tentang olahraga dalam konteks sosial dan politik. Opini itu mengingatkan kami pada kajian psikologi olahraga yang keberadaanya sangat terasa dalam kehidupan kita sehari-hari.
Hadirnya psikologi olahraga sebagai disiplin ilmu baru seumur jagung. Namun, manfaat ilmu ini sangat luar biasa, terutama dalam dunia olahraga, bahkan tak jarang juga menyentuh kehidupan kita sehari-hari. Beberapa cabang olahraga, baik itu sepakbola, bulutangkis, dll, di dalamnya pasti ada konsultan psikologi olahraga.
Ada tiga hal yang sering di lihat ahli psikologi olahraga, yakni psikologi atlet, psikologi pelatih, dan psikologi suporter (lingkungan). Beberapa variabel perilaku yang sering di teliti ialah prestasi, kecemasan, efikasi diri, kepercayaan diri, dll.
Tanpa sadar, beberapa variabel perilaku itu sebenarnya ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Prestasi misalnya, merupakan salah-satu variabel perilaku yang sangat menarik dalam kajian psikologi olahraga. Prestasi sangat berbeda dengan kesuksesan. Secara filosofis makna prestasi terletak pada “kemampuan” individu mencapai keberhasilan.
Titik tekan prestasi ialah kemampuan individu. Di dalam kemampuan ada pengetahuan dan keterampilan. Jika pengetahuan anda “minim” maka prestasi anda pasti rendah.
Begitu pun dengan keterampilan, jika anda tidak punya keterampilan mengerjakan suatu hal, maka anda tidak akan bisa mencapai prestasi maksimal. Untuk meningkatkan prestasi, anda perlu mengasah pengetahuan dan keterampilan.
Salah-satu faktor psikologis yang sangat mempengaruhi terbentuknya prestasi ialah efikasi diri. Secara bahasa, efikasi diri di sebut sebagai keyakinan diri. Dalam kajian psikologi, keyakinan diri berbeda dengan kepercayaan diri. Salah-satu ilmuwan psikologi yang sangat concern meneliti efikasi diri ialah Albert Bandura. Sedangkan, dalam psikologi olahraga ialah Deborah L. Feltz.
Bandura mengartikan efikasi diri sebagai keyakinan individu pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas tertentu. Efikasi diri terlihat di saat kekuatan (strength) individu berhasil menyelesaikan tingkat kesulitan (level) dari suatu tugas. Dalam cabang olahraga bulutangkis misalnya, efikasi diri terlihat sejauhmana kekuatan (strength) atlet mampu menyelesaikan tingkat kesulitan (level) dari smash, pukul backhand, dll.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu bersentuhan dengan masalah sesuai tingkat kesulitan tertentu. Misalnya, masalah dinamika politik, masalah ekonomi, dll, yang semua itu punya tingkat kesulitan tersendiri.
Setiap masalah dapat di selesaikan tergantung pada kekuatan (strength) kita. Kekuatan ini terkait dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pengalaman individu dan peran ‘role model’.
Misalnya, ketika si individu terbiasa menyelesaikan masalah-masalah dinamika politik dalam tingkat kesulitan tertentu, maka di masa depan ia akan lebih berhasil menyelesaikan masalah dinamika politik tersebut. Namun, ketika individu tidak punya pengalaman untuk menyelesaikan masalah dinamika politik tertentu, maka ia tentu sulit menyelesaikan masalah yang sama di masa depan.
Artinya, keyakinan diri seseorang tergantung pada pengalamannya menyelesaikan setiap masalah pada tingkat-tingkat kesulitan tertentu. Dan ketika seseorang memiliki efikasi diri yang tinggi, maka akan membuahkan prestasi yang maksimal. Kedua variabel perilaku ini (efikasi diri dan prestasi) sering dikaji dalam psikologi olahraga, yang keberadaanya sangat terasa dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dalam kehidupan politik, kita semua tahu, bahwa manusia adalah makhluk politik. Namun, tak semua individu punya efikasi diri yang tinggi dalam dunia politik. Sebab, kehidupan politik dengan dinamikanya punya tingkat kesulitan tersendiri. Jika individu mampu menyelesaikan tingkat kesulitan dari dinamika politik, maka ia termasuk politisi yang handal alih-alih berprestasi (***)