BERITABETA.COM, Ambon –  Isu Provinsi Maluku menjadi Lumbung Ikan Nasional (LIN) kembali mencuat. Kali ini  mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong, Prof. Rokhmin Dahuri memberikan pendapat terkait persoalan Maluku sebagai LIN.

Rokhmin yang hadir di Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) 2019 yang digelar di Ambon Kamis (7/11/2019), itu  menegaskan, dari segi potensial ekonomi maritim, Maluku layak menjadi LIN karena volume produksi ikan dan produk perikanan lainnya lebih besar daripada tingkat kebutuhan secara berkelanjutan.

Menurutnya, dari neraca produksi dan tingkat konsumsi ikan di Maluku bisa dilihat, jumlah penduduk pada 2018 sebanyak 1.749.529 orang dengan tingkat konsumsi ikan 50 kilogram per orang per tahun yang jika dijumlahkan hanya mencapai 87.476,45 ton.

Penduduk Maluku pada tahun 2030 nanti diperkiarakan akan berjumlah 2.500.000 orang dengan tingkat konsumsi ikan sebesar 70 kilogram per orang per tahun, atau 175.000 ton per tahun.

Sedangkan Maluku memiliki potensi produksi perikanan tangkap sebesar 1,64 juta ton per tahun dan potensi perikanan budidaya sebanyak 2 juta ton per tahun.

“Nah jika ditotalkan mencapai 3,6 juta ton per tahun, lebih besar dari tingkat kebutuhan konsumsi masyarakat,” tandasnya.

Dengan tingkat kebutuhan konsumsi ikan yang hanya empat persen dari total potensi produksi yang ada, Maluku bisa menjadi LIN. Kelebihan produksi ikan di Maluku dapat dipasarkan ke wilayah Indonesia lainnya dan diekspor.

Selain itu, seluruh pelaku usaha perikanan, baik nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan pedagang bisa hidup sejahtera dengan pendapatan sebesar Rp 4,2 juta per orang per bulan,” jelasnya

Dijelaskan, total potensi lestari perikanan tangkap yang mencapai 1,64 juta ton/tahun, 60 persennya adalah ikan jenis pelagis kecil (980.100 ton), 18 persen ikan demersal (295.500 ton) atau 18 persen dari total potensi dan 16 persen ikan pelagis besar (261.490).

Sementara sisanya adalah karang (47.700 ton) dan udang paneid (44.000 ton) masing-masing sebanyak tiga persen, kemudian cumi-cumi sebanyak 10.570 ton dan lobster sebesar 800 ton.

Untuk produksi komoditas unggulan, pada 2018 tercatat jumlah ikan layang sebesar 31.755 ton atau enam persen, disusul tuna (26.580 ton) dan cakalang (24.613 ton) masing-masing lima persen, ikan kembung (9.947 ton) dan selar (9.679 ton) sebesar dua persen, kemudian ikan julung (5.183 ton), teri (4.590 ton) dan udang (3.388 ton) masing-masing satu persen. Sementara untuk jenis komoditas unggulan lainnya mencapai 384.906 ton atau 77 persen.

Sebelumnya, perjuangan Maluku untuk mendapatkan setatus sebagai LIN ini, di tahun 2015 silam sudah dijanjikan akan terwujud. Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman yang saat itu dijabat Indroyono Soesilo saat berkunjung ke  Ambon, 25 Mei 2015 bahkan memastikan pemerintah pusat akan menetapkan  Maluku sebagai LIN.

“Hanya tinggal dua tahapan lagi dan pemerintahan Presiden Joko Widodo akan meresmikannya,” kata Indroyono saat itu.

Kedua tahapan tersebut, kata Indroyono, yakni berupa pembahasan lintas sektoral di tingkat pemerintah pusat.

“Setelahnya Maluku akan disahkan sebagai lumbung ikan nasional di Tanah Air,” terangnya  (BB-DIAN)