BERITABETA.COM – Ambon Steering Comitte (SC) Musyawarah Daerah (Musda) ke IX Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar Kota Ambon dinilai tabrak aturan, sehingga proses Musda berjalan molor.

Padahal, Musda Golkar Ambon itu sebelumnya dikabarkan akan berakhir pad Senin (28/9/2020) kemarin. Namun, lantaran SC tidak bersikap netral dan mengikuti Petunjuk Pelaksana (Juklak) Musda, sehingga sidang yang dilanjutkan pada Selasa kemarin, terpaksa kembali diskorsing hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan.

Ketua SOKSI Kota Ambon, Clement Sembiring kepada wartawan mengatakan, Musda Golkar Kota Ambon itu molor akibat dari SC yang terlalu memaksakan kehendak untuk meloloskan Max Siahay sebagai kandidat Ketua DPD II Partai Golkar Kota Ambon.

Padahal, yang bersangkutan (Max.red) seharusnya tidak lolos dalam pencalonan. Karena ada beberapa syarat pencalonan yang tidak dapat dipenuhi oleh yang bersangkutan. Namun SC memaksakan untuk meloloskannya.

Hal tersebut mendapat penolakan dari hampir seluruh peserta Musda. Sebab, dinilai sangat bertentangan dengan Juklak 02 pasal 49. “Max Siahay tidak tidak memenuhi persyaratan calon karena tidak memiliki ijazah sarjana maupun surat keterangan bebas G-30-S PKI. Itu syarat yang harus dipenuhi kandidat, tapi oleh SC memaksakan untuk tetap diloloskan,” ujar Sembiring.

Dia menjelaskan, SC juga melanggar aturan lain dalam Juklak 02 tersebut, karena merubah serta menambah poin-poin yang ada pada Tata Tertib (Tatib) Musda. Dalam tatib dijelaskan, bakal calon ketua DPD pernah menjadi pengurus partai Golkar, baik ditingkat kecamatan, maupu di DPD II serta organisasi sayap yang didirikan maupun yang didirikan oleh partai Golkar.

Dalam tatib tersebut, SC sengaja menghilang poin yang menyatakan bahwa pernah menjadi pengurus partai Golkar ditingkat Kecamatan. Poin ini dihilangkan oleh SC yang telah terbukti dalam dokument tatib pasal 40 poin (a).

SC juga menambahkan poin pada Tatib Musda pasal 40 yang menyatakan tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindakan pidana dengan ancaman 5 (lima) Tahun atau lebih.

Padahal, poin tersebut tidak pernah ada dalam Juklak 02 pasal 49 poin (a) tentang tahapan penjaringan. Semua yang dilakukan oleh SC itu telah ditolak dalam forum Musda oleh para peserta Musda.

SC tetap memaksakan kehendak agar itu dipakai, supaya mengkadas dua kandidat lain dan meloloskan Max Siahay. “Jadi jelas bahwa SC sudah tidak steril, karena sengaja melanggar dan merubah poin pada Juklak sebagai pedoman pada Musda tersebut,” terangnya.

Menurutnya, proses itu sebenarnya berjalan baik, karena sidang yang dipimpin Yusri Abdul Kadir Mahedar itu sudah sesuai denga tugas dan fungsi. Pimpinan sidang juga telah mengarahkan sidang berdasarkan kehendak forum.

Tapi hal itu bertentangan dengan keinginan SC, sehingga Musda itu diskorsing hingga waktu yang belum ditentukan. Kemungkinan ini akan dibahas dalam rapat harian DPD I Golkar Maluku.

“Kita berharap SC bersikap bijaksana dalam melaksanakan Juklak 02 Musda Partai Golkar, agar prosesnya bisa berjalan adil dan transparan,” ungkapnya. (BB-AHM)