Sembako Bakal Kena PPN, Benarkah?

PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir.
Ia mengatakan pemerintah tak akan berbuat konyol dalam menetapkan kebijakan. Pasalnya, pemerintah saat ini sedang mati-matian memperjuangkan pemulihan ekonomi pasca dihantam pandemi covid-19.
"Konyol kalau pemulihan ekonomi yang diperjuangkan mati-matian dibunuh sendiri. Mustahil," tegas Yustinus.
Terkait dengan reaksi berbagai lapisan masyarakat terhadap rencana kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 12 persen, Yustinus mengaku bisa memakluminya. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah harus mengoptimalkan penerimaan pajak.
"Pemerintah mengajak pemangku kepentingan untuk bersama-sama memikirkan, jika saat pandemi bertumpu pada pembiayaan utang karena penerimaan pajak turun, bagaimana dengan pasca pandemi? Tentu saja kembali ke optimalisasi penerimaan pajak," ucap Yustinus.
Menurutnya, optimalisasi pajak juga sudah dilakukan di beberapa negara lain meski pandemi covid-19 masih merebak. Amerika Serikat (AS) salah satunya.
Presiden AS Joe Biden, kata Yustinus, berencana menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 21 persen menjadi 28 persen. Lalu, Inggris akan mengerek tarif PPh badan dari 19 persen menjadi 23 persen.
"Banyak negara berpikir ini saat yang tepat untuk memikirkan optimalisasi pajak untuk keberlanjutan," terang Yustinus.
Dari sisi PPN, Yustinus mencatat ada 15 negara yang mengubah aturan pungutan demi membiayai penanganan pandemi. Rata-rata tarif PPN di 127 negara adalah 15,4 persen.
Yustinus mencontohkan 24 negara menerapkan tarif PPN di atas 20 persen, 104 negara 11 persen-20 persen. Lalu, selebihnya beragam 10 persen ke bawah (BB-RED)