Siapapun yang mendengarnya akan merasa damai. Padahal bangunan sebesar ini pasti memiliki lonceng dengan ukuran tidak kecil. Dentangnya bisa menggetarkan dinding - dinding gereja.

Namun itu tak terjadi. Justru terkesan mereka  sedang mempertahankan kharisma tempat ibadah ini dengan adab yang tinggi, menyampaikan pentingnya beribadah, ditengah masyarakat yang semakin jauh meninggalkan kepercayaan mereka.

Meski banyak kehilangan pemeluknya, lonceng gereja terus berdentang membawa pesan pada masyarakatnya bahwa mereka selalu ada, menunggu seseorang datang bertobat.

Sayangnya negeri yang mengakui kebebasan beragama ini, tak mengizinkan ummat Islam yang hidup di dalamnya mempunyai hak yang sama.

Kumandang adzan baru saja diizinkan oleh Dewan Kota Amsterdam beberapa tahun lalu sebelum masa pandemi melalui perjuangan berat puluhan tahun ummat Muslim Belanda.

Menurut Wali kota Amsterdam, mereka akhirnya perlu mengakui adanya hak ummat Islam di bawah payung kebebasan beragama, seperti halnya dengan gereja - gereja yang diizinkan membunyikan lonceng pada akhir pekan.

Aaah, tidak juga, Meneer !

Dentang lonceng gereja tak seminggu sekali. Bunyinya bisa terdengar dari kompleks perumahanku. Adakalanya di pagi hari, siang hari atau malam hari. Bahkan kadang berdentang di tengah malam.

Suaranya telah mengakrabi ke dua telingaku selama bertahun - tahun. Dan aku tak pernah merasa terganggu dengan suara itu.

Awal November 2019, terdengar kabar, Imam Masjid Biru, Yassin Elforkani, memberitahu bahwa pengeras suara masjid akan diukur tingkat volume suaranya oleh sebuah perusahaan khusus.

Alhamdulillah, aku membatin. Ada sinyal kebaikan, pertanda akan adanya berita gembira.

Betul juga. Hari itu, tanggal 8 November 2019, ummat Muslim di Amsterdam, berkumpul di halaman masjid menunggu detik - detik kumandang adzan dari minaret De Blauwe Moskee (Masjid Biru) Amsterdam.

Dengan dibatasinya volume speaker pada titik tertentu, suara adzan itu justru terdengar syahdu memecah bekunya hati dalam hiruk pikuknya ibukota.

Mulai saat itu, masyarakat sekelilingnya akan terbiasa mendengar kumandang adzan meskipun hanya seminggu sekali pada hari Jum'at.

Setidaknya sejarah Islam akan mencatat, suara muadzin dari minaret masjid ikut mengalir dalam denyut  jantung ibukota negeri Kincir. Menyingkap tabir gemerlap dunia dengan cahaya Ilahi.