Mengapa Bilal ?

Semua tahu kemerduan suara Bilal. Nada - nadanya mampu menyentuh ruang terdalam hati, siapa saja yang mendengarnya. Sejak itu, Bilal menjadi muadzin Rasulullah hingga Rasulullah wafat.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Nabi SAW mempunyai dua orang Muadzin, yakni Bilal dan Ibnu Ummi Maktum. Dibalik kekurangan penglihatannya sejak lahir, Ummi Maktum memiliki suara khas yang indah.

Ketika fathu Makkah, Rasulullah SAW memerintahkan Bilal mengumandangkan adzan dari atas Ka’bah. 

Abu Mahdzurah, seorang pemuda Mekkah berusia16 tahun, mengejek Bilal sambil ia  mengolok - olok kumandangkan adzan. Namun justru suaranyalah mendapat perhatian Rasulullah.

Ia lalu dihadapkan kepada Nabi SAW. Beliau lalu mengusap dada dan ubun - ubun pemuda ini. Abu Mahdzurah tertunduk.

Setelah kejadian itu, terdengar kabar, Abu Mahdzurah mengucapkan dua kalimah syahadat.

Rasulullah kemudian memintanya menjadi muadzin di Mekkah. Rupanya keindahan suara Abu Mahdzurah sudah sangat terkenal dikalangan anak - anak muda Quraisy. Ia menjadi muadzin Masjidil Haram hingga akhir hayatnya.

Kumandang adzan tak akan surut di langit negeriku. Hanya saja panggilan langit ini mestinya menahbiskan rasa hormat dan takzim.

Dalam suara para muadzin inilah Rasulullah menitipkan keindahan Islam dari puncak - puncak masjid seperti muadzin Al - Fatah dan masjid Gamtufkange. Suara mereka tersimpan rapi dalam memoriku.

Senandung tahmid, takbir dan tahlil yang syahdu, tilawah Qur'an yang menggetarkan hati dari minaret masjid, sebaiknya disajikan dalam porsi yang cukup di waktu yang tepat sehingga tak mengganggu hamba - hamba di sekitarnya yang juga sedang bersujud di saat - saat mustajab.

Mari syiarkan Islam dengan cara Rasulullah dan para sahabat. Mereka meninggalkan jejak peradaban yang luar biasa. Menumbuhkan generasi pencinta rumah Allah.

Dari Abu Hurairah, RA. Rasulullah SAW pernah bersabda : " Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya." Salah satunya adalah seorang hamba yang hatinya terpaut pada masjid.

Degup jantungku menderu, menanti mihrab dengan kemerduan suara muadzin dalam indahnya malam bermandikan cahaya lampu di negeriku.

Hayya a'lalfalaaahhh......

Seruan kemenangan ini telah dikumandangkan Bilal, Ummi Maktum dan Abu Mahdzurah. Dan aku merindukan kesyahduannya. Wallahu a'lam bishowab.(*)

 

Geldrop, 9 Safar 1445 H