Susno Duadji, Dari Jenderal Sampai Jadi Petani
BERITABETA.COM – Apakah kamu ingat dengan sosok Komjen Pol (Purn) Susno Duadji? Nama pria berusia 63 tahun itu sempat begitu ramai diperbincangkan 10 tahun silam. Saat itu mantan Kabareskrim Polri ini dikenal akibat ucapan kontroversi Cicak versus Buaya dan terjerat berbagai kasus korupsi hingga dipenjara.
“Saya ini sudah tua, pensiun dan senang dengan cucu. Apalagi yang saya cari? Yang saya cari sudah ketemu, kedamaian menjadi petani,”
Kehilangan jabatan sebagai Kabareskrim Polri pada akhir November 2009, Susno yang dituding menggelapkan dana pengamanan Pilgub Jabar 2008 dan terjerat kosupsi PT Salmah Arowana Lestari harus rela dipenjara selama 3,5 tahun. Merasakan dinginnya terali besi LP Cibinong sejak 2013 lalu dan akhirnya bebas, apa kabar pak Susno sekarang?
Jauh dari hiruk pikuk ibukota Jakarta, Susno pulang ke tanah kelahirannya di Pagaralam, Sumatera Selatan. Bukannya sibuk berpikir kembali ke kepolisian, Susno memilih bekerja kasar dengan jadi petani dan mengerjakan kebun, sawah hingga kolam ikan warisan orangtuanya.
Susno Duadji mendadak menjadi sosok yang paling banyak dibicarakan orang. Ketika itu Susno menganalogikan persaingan antara KPK dan Polri seperti Cicak vs Buaya.
Berbagai kontroversi yang diucapkannya membuat karier Susno tamat. Padahal, dia sudah menyandang pangkat jenderal bintang tiga, dan menjabat sebagai Kepala badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim). Bahkan, ia disebut-sebut sebagai calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
Sebelum turun dari jabatannya, Susno dituduh korupsi. Beberapa kasus saat dia masih menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat kembali diangkat, bahkan dituding terlibat dalam kasus korupsi di PT Salmah Arowana Lestari.
Gara-gara tuduhan itu, dia divonis 3,5 tahun penjara. Susno pernah dijemput paksa untuk menjalankan hukumannya dan dijebloskan ke Lembaga Permasyarakatan Cibinong. Kini, ia kembali menghirup udara segar. Setelah keluar dari penjara, Susno memilih pulang kampung dan hidup sebagai petani di tanah kelahirannya.
Seperti apa karier Susno sebelum akhirnya menjadi seorang petani?
Susno resmi menjadi anggota kepolisian usai lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) Kepolisian pada 1977. Hampir sebagian besar kariernya dihabiskan menjadi seorang perwira polisi lalu lintas, dan sempat berkunjung ke-90 negara untuk mempelajari kasus-kasus korupsi.
Kariernya baru mulai menanjak ketika dia dipercaya menjadi Wakapolres Yogyakarta, setelah itu dia sempat diangkat sebagai Kapolres di Maluku Utara, Madiun, dan Malang. Setelah malang melintang di daerah, Susno ditarik ke Jakarta dan ditunjuk sebagai pelaksana hukum di Mabes Polri dan mewakili kepolisian untuk membentuk KPK pada 2003.
Setahun berikutnya, dia ditugaskan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Setelah menjalani empat tahun berdinas di lembaga tersebut, dia dilantik sebagai Kapolda Jabar, tak sampai setahun dia kembali diangkat menjadi Kabareskrim menggantikan Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri yang dilantik sebagai Kapolri.
Selang setahun, Susno menyatakan mundur dari jabatannya pada 5 November 2009, namun pada 9 November 2009 dia aktif kembali sebagai Kabareskrim Polri. Tak sampai sebulan, Susno diberhentikan Kapolri secara resmi.
Pemecatan itu tak lepas dari beberapa pernyataannya yang dianggap membuat panas jajaran Polri. Mulai dari istilah cicak buaya yang kemudian memicu gelombang protes dari masyarakat, kemudian kode ‘Truno 3’ saat KPK menyadap Susno terkait penyelidikan kasus Century.
Susno juga mengungkap pegawai pajak yang memiliki rekening gendut, akhirnya pegawai tersebut dibekuk polisi dan dijebloskan penjara, dia adalah Gayus Tambunan. Rupanya, kasus ini turut menyeret sejumlah jenderal di kepolisian, seperti Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Raja Erizman, pejabat kejaksaan seperti Cyrus Sinaga, kehakiman dan aparat dari Departemen Keuangan hingga kehilangan jabatannya. Terungkapnya kasus tersebut membuat Susno disebut-sebut sebagai whistle Blower.
Sebelum jabatannya berakhir, Susno pernah menyebutkan seorang mafia kasus di tubuh Polri yang bernama Mr X, kemudian hari diduga Mr X itu adalah seorang mantan diplomat dan anggota BIN bernama Sjahril Djohan.
Memilih Mencari Kedamaian
“Sejak purna tugas, saya lebih banyak di kampung halaman untuk bertani mengerjakan lahan warisan orangtua. Sawah ini adalah warisa orangtua saya yang juga petani meskipun luasnya tidak seberapa. Sekarang saya garap sendiri, beneran lho. Persoalan yang kami hadapi, khususnya sebagai petani padi adalah murahnya harga beras/gabah di musim panen sehingga biaya produksi tak sebanding dengan uang penjualan yang didapat,” cerita Susno di akun Facebook miliknya.
Benar-benar terlihat seperti seorang petani, Susno bahkan tampak santai dengan pekerjaan barunya ini. Meskipun pernah memegang jabatan tinggi di jajaran institusi bergengsi, Polri, Susno mengenakan kaos oblong, celana panjang dan handuk di lehernya saat menggarap sawah di bawah teriknya matahari.
Berbekal cangkul, pak Susno turun langsung ke tanah persawahan tanpa alas kaki. Tak hanya bertani, Susno pun menjalani kesehariannya dengan sederhana. Pria yang pernah jadi Kapolda Jawa Barat selama 10 bulan itu pun cuek saja berbelanja ke pasar hanya pakai kaos dan sandal jepit.
Untuk menelusuri keberadaan Susno, merdeka.com sengaja datang ke kampungnya di Tebat Gunung, RT07/RW02, Kelurahan Lubuk Buntak, Kecamatan Dempo Selatan, Pagaralam, Sumatera Selatan. Waktu tempuh perjalanan dari Palembang sekitar tujuh jam menggunakan mobil travel.
Untuk menjangkau rumah Susno, tidak terlalu lama, hanya 30 menit dari pusat Kota Pagaralam. Kondisi jalannya berliku dan naik turun karena berada di kaki Bukit Barisan dan Gunung Dempo. “Waduh, kakak lagi di Jakarta, kangen cucu katanya, sekalian mau ke Solo, ada acara di rumah besannya,” ujar Eli Subariah.
Adik kandung Susno itu menuturkan, meski belum menetap selamanya, beberapa tahun terakhir Susno lebih banyak menghabiskan masa tuanya di kampung halaman. Susno juga kerap mengajak serta istrinya untuk pulang kampung.
“Kalau masih aktif dulu cuma kadang-kadang pulangnya karena sibuk. Pas pensiun lebih sering. Dalam sebulan itu dua minggu di kampung, seminggu di Palembang, sebentar saja di Jakarta,” ujarnya.
Selama tinggal di kampung, Susno lebih suka pergi ke sawah dan kebun. Tak jarang, Susno menyempatkan menemui warga di pasar dan kampung-kampung. “Ya memang begitu orangnya, enggak mau menetap, pergi terus. Kadang ke sawah sendirian, kita pada kehilangan, eh ternyata lagi nyangkul,” kata dia.
Dia menceritakan, yang dirindukan Susno adalah makanan khas kampungnya. Seperti bekasam (ikan divermentasi), Liling (keong sawah pakai santan), sambal picak, ikan masak tuntung (ikan dalam bambu), dan taghok lumai, serta ikan pighek. “Walaupun orang Jawa, istri kak Susno juga suka makanan khas Pagaralam. Mereka biasa makan di sawah pakai daun pisang,” tuturnya.
Ketua RT setempat, Aliyono membenarkan jika Susno kerap pulang kampung dibanding saat aktif menjadi anggota polisi. Kepulangan Susno membuat warga kampungnya heboh. “Bikin heboh, dari mulut ke mulut bilang pak Susno pulang. Saya sering ketemu, kadang di sawah, di jalan, ada juga saya mampir ke rumahnya,” kata Aliyono.
Saat ditemui di Jakarta, Susno Duadji mengakui lebih memilih tinggal di tanah kelahirannya meskipun kartu tanda penduduknya (KTP) masih berdomisili Jakarta.
“Kalau saya bisa milih saya inginnya di situ, apalagi kalau cucu saya ingin ikut. Kakak saya yang bekas pensiunan Bupati dan saudara-saudara saya yang bekas anggota DPR juga tinggal di dusun. Bagi kami bertani adalah hal yang biasa. Justru aneh bagi kami kembali ke dusun tidak bertani,” ujar Susno.
Bukan tanpa alasan mantan Kapolda Jabar ini memilih menyepi di dusun yang jaraknya kurang lebih tujuh jam perjalanan dari Kota Palembang. Dia sudah menemukan apa yang selama ini dicari dalam kehidupan. “Saya ini sudah tua, pensiun dan senang dengan cucu. Apalagi yang saya cari? Yang saya cari sudah ketemu, kedamaian menjadi petani,” imbuhnya. (berbagai sumber)