Penjelasan Abdul juga telah disampaikan saat rapat kerja 13 OPD bersama Komisi I DPRD Maluku dalam rangka mendengarkan penjelasan tentang perjanjian kerja sama yang dilakukan Pemprov Maluku dengan Pemprov Sulsel yang dirangkai dengan pelaksanaan Maluku Baileo Exhibition di Makassar pada 4 - 6 Februari 2022 lalu.

Dalam raker tersebut Ketua Komisi I, Amir Rumra dan Aleks Orno selaku anggota komisi mempertanyakan keberadaan ratusan kapal nelayan andon yang meresahkan warga nelayan di KKT.

Menurut Abdul, terkait dengan substansi kerja sama sektor kelautan dan perikanan ini ada lima bagian yakni perikanan tangkap, budidaya, penguatan daya saing, pengawasan, serta pengelolaan ruang laut.

Khusus untuk perikanan tangkap, memang ada kaitannya dengan persoalan nelayan andon. Karena selama ini yang terbanyak adalah nelayan andon dari Sulsel dan Sulawesi Tenggara.

"Mereka masuk dan beroperasi di wilayah perairan KKT secara ilegal sehingga telah diatur dalam kerja sama saling menguntungkan antara kedua pemerintah provinsi," ujar  Abdul.

Solusinya adalah membatasi jumlah nelayan andon yang akan masuk ke Maluku dan tawaran Pemprov Sulsel adalah 100 kapal. Namun,  DKP Maluku membatasi kuotanya menjadi 50 kapal saja.

"Jadi jumlahnya dibatasi dalam kaitan dengan kegiatan perikanan tangkap yang akan dikerja samakan oleh pemerintah daerah," tandas Abdul.

Namun, kenyataannya hingga saat ini rencana tersebut belum dapat direalisasikan. Sementara keberadaan ratusan kapal yang masuk secara illegal itu belum dapat dikendalikan (*)

Editor : Redaksi