Itulah sejarah yang mengingatkan kita tentang betapa dahsyatnya peran seorang jurnalis. Tapi melihat fakta perekembangan zaman dengan kemajuan teknologi yang ikut merubah tampilan industri media massa saat ini, tentunya membawa tantangan yang cukup besar kepada jurnalis.

Selain mempersempit porsi waktu dalam menghasilkan sebuah produk berita, jurnalis juga dituntut untuk terus mengasah kecepatan dan kemampuan dalam menghasilkan sebuah informasi yang benar-benar bisa diterima publik.  Sebab, ruang bagi pembaca begitu luas lewat beragam platform yang tersedia.

Kemudahan yang ditawaran teknologi inilah yang kerap memicu beragam bentuk respons publik kepada jurnalis dan media massa. Maka apa yang menjadi keluhan teman di atas sesungguhnya merupakan sebuah konsekuensi dari apa yang harus diterima jurnalis kekinian.

Memberitakan hal benar pun bisa disebut hoaks, apalagi benar-benar membuat hoaks. Kadang saya juga bingung dan mencoba bertanya dalam hati, tentang apa yang ada diisi kepala netizen yang sering mengumbar kata hoaks itu.

Apakah yang dimaksud hoaks adalah kebohongan yang dihasilkan jurnalis? Ataukah yang dimaksud hoaks itu kebohongan yang disampaikan sumber? Jika yang dimaksud netizen itu adalah kebohongan yang disampaikan sumber, maka yang terjadi adalah jurnalis tidak membuat hoaks, karena yang disampaikan adalah fakta yang diungkap oleh sumber.

Tentunya dua pandagan ini sangat jauh berbeda. Sebab apa yang dihasilkan jurnalis adalah fakta yang diperoleh, baik  di lapangan maupun dari sumber, bukan berita yang dibuat-buat dari imajinasi sang jurnalis.

Sebagai ilustrasi, sejarah tentang hoaks ini pernah terjadi di masa lampau. Benjamin Franklin pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette sempat membuat hoaks seperti itu. Di media tersebut,  Benjamin mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya.

Perbuatan Benjamin ini sempat membuat standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya. Semua orang percaya dengan hoaks yang dilakukan oleh Benjamin Franklin.

Apa yang terjadi kemudian? Ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tidak memiliki fungsi medis apapun. Borok Benjamin Franklin terungkap, setelah  seorang pembaca harian Pennsylvania Gazette  membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut.

Nah, dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa karya jurnalis di Maluku saat ini tidak ada yang menyerupai apa yang dilakukan Benjamin Franklin ribuan tahun silam itu.