Oleh: Dhino Pattisahusiwa (Pemimpin Redaksi Beritabeta.com)

SEPEKAN lalu, seorang teman jurnalis mengeluh kepada saya. Melalui pesan WhatsApp, kami berdua mengobrol banyak hal. Salah satu yang ia sampaikan tentang tabiat oknum warga net (netizen) yang kerap mengumbar kata hoaks (berita bohong) pada setiap postingan berita yang dipublish ke media sosial Facebook.

Teman ini mengaku seperti dicaci, karena merasa apa yang dilakukan sama sekali tidak mendapat perlakuan yang setimpal. Saya lalu mencoba menyampaikan kepadanya, bahwa tidak semua netizen berprilaku demikian. Banyak pula netizen yang sangat membutuhkan informasi. Maka jangan suka ‘baper’ untuk hal-hal yang tidak penting.

Apa kata dia? Ternyata dia tidak terima dengan tudingan berupa kata hoaks yang kerap disampaikan. “Kita ini kerja, sama seperti seorang guru kepada muridnya. Sang guru menyampaikan materi pelajaran kepada muridnya berdasarkan sumber yang diperoleh dari buku. Apakah itu juga hoaks?” tanya dia kepada saya.

Saya lantas menyamparnya dengan pertanyaan “Apakah sang guru mengajar di dunia maya? Ataukah di dunia nyata?. Dengan emoji tertawa, dia lantas menanggapinya dengan singkat “betul juga ya”.

Dari percakapan kami, saya mencoba memahami kekalutan yang dia rasakan. Sebab saya pun pernah merasakan hal yang sama. Bahkan ikut merespon dengan menulis postingan bernada kesal di dinding Facebook.

Memang,  menjalankan tugas sebagai  seorang jurnalis bukanlah hal yang mudah. Seorang jurnalis dituntut untuk benar-benar menyampaikan sebuah informasi dengan jujur yang berasal dari sumber terpercaya. Tidak boleh mengarang berita, tapi harus sesuai fakta yang disampaikan sumber.

Tugas ini tentunya, memerlukan skill dan waktu. Jurnalis harus bisa berusaha mendapat informasi dari sumber resmi terkait sebuah isu atau topik yang akan disampaikan. Sesudah itu, ia harus menuangkannya dalam narasi pemberitaan sesuai angle yang dipilih.

Apa yang jurnalis dapat dari hasil karya itu? Tentunya kepuasan atas pengakuan publik. Selebihnya sama seperti pekerja pada umumnya, adalah haknya sebagai karyawan dari perusahaan Pers tempatnya berhimpun.

Artinya, tidak ada yang lebih istimewa dari tugas seorang jurnalis. Selain kemulian tugas yang diembannya. Dan yang paling nikmat dirasakan jurnalis  adalah kepuasan yang diterima dari pengakuan publik. Tapi, jangan tanya soal peran jurnalis. Seorang jurnalis bisa membuat suasana di ruang publik menjadi ‘gemuruh’ yang menghebohkan.

Napoleon Bonaparte yang sangat piawai dalam memimpin peperangan pun, justru pernah mengaku takut terhadap jurnalis daripada tentara karena perannya.

“Saya lebih takut menghadapi satu pena wartawan daripada seribu bayonet musuh,” katanya suatu ketika. Sebab pena mampu mengubah sejarah.