BERITABETA.COM, Ambon – Sebanyak 130 orang lebih karyawan PT. Wahana Lestari Investama (WLI) yang menjadi korban PHK, mendatangi Gedung DPRD Maluku pukul 16.00 WIT, Senin (8/7/2019). Mereka memboyong anak istri dan menginap di Kantor DPRD Maluku.

Aksi ratusan karyawan PT. WLI ini,  dimulai dengan melakukan ‘long march’ dari Taman Makam Diponegoro, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, pada pukul 15.25 dan tiba di Gedung DPRD Maluku kawasan Karang Panjang Ambon, sekitar pukul 16.00 WIT.

Tiba di gedung wakil rakyat, mereka langsung masuk ke ruang lobi dan mengkapling sejumlah ruang untuk menginap di sana. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap Perusahaan PT WLI  yang mem-PHK mereka secara tidak adil.  130 karyawan ini mengancam, akan tetap berada di Gedung DPRD Maluku selama belum ada jawaban atas tuntutan yang disampaikan.

 “Selama tak ada respon dari pemerintah, gedung ini akan terus  kami duduki. Wakil rakyat harus peka terhadap nasib rakyat,” tegas Rosmila, salah satu istri dari karyawan yang di- PHK kepada wartawan, Senin (8/7).

Karyawan WLI duduk di depan Kantor DPRD Maluku sesaat tiba di gedung wakil rakyat Maluku itu

Abdul Apif Letahiit karyawan lain mendesak, DPRD Maluku segera mengambil langkah dengan cara memanggil pihak perusahaan untuk dimintai pertanggungjawaban. Pasalnya, sudah beberapa kali mereka meminta suaka ke pihak terkait namun tidak ada satu pun kepastian yang diperoleh.

“Kami sudah melaporkan persoalan ini ke Dinas Nakertrans Provinsi Maluku, pemerintah dan beberapa instansi terkait. Bahkan sudah bertemu dengan mereka, namun pihak perusahaan tidak hadir untuk memberi penjelasan,” katanya.

Sebelumnya, pada 4 Juli kemarin para karyawan ini sempat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Maluku. Aksi tersebut dilakukan setelah pesangon dan gaji mereka selama dua bulan tidak dibayar pihak perusahan.

Apif mengaku, mereka dipaksa menandatangani perjanjian penerimaan pesangon dan gaji di atas meterai 6.000. Ironisnya, perjanjian tersebut dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan karyawan, sehingga mereka menolaknya.

Pada sisi lain, perjanjian tersebut dinilai bertabrakan dengan undang-undang tenaga kerja. “Kami tidak tahu pasti soal undang-undang, namun kami menilai sangat bertolak belakang,” katanya.

Dia juga menuding, ada indikasi pemberian pesangon dan gaji yang tidak merata oleh pihak perusahaan. Ihwal ini menyusul, sebagian karyawan yang baru bekerja 4 tahun, namun hak mereka lebih besar dari karyawan lain yang sudah lama bekerja.

“Kan tidak adil, jika mereka yang baru kerja mendapat pesangon lebih besar dari kami. Terkesan sekali ada tebang pilih dalam pemberian hak-hak karyawan,” katanya.

Hingga berita ini diterbitkan, 130 eks karyawan perusahaan yang bergerak dibidang pertambakan udang ini,  masih menginap bersama anak-istri di Gedung DPRD Maluku dan belum dipastikan kapan akan kembali ke daerah mereka (BB-NA)