BERITABETA.COM – Kota Paris dalam sepekan ini menjadi magnet bagi publik dunia. Ada sejarah baru dalam dunia sepak bola yang tercipta dan mampu menyedot jutaan pasang mata ke sana.

Mega bintang Lionel Messi akhirnya mendarat dengan mulus di pangkuan klub Liga Prancis, Paris Saint-Germain (PSG). Kepindahan Lionel Messi ke PSG mengguncang bursa transfer musim panas 2021.

La Pulga tidak sendirian. Dia akan berbaur dengan sejumlah rekannya yang sudah lebih dulu direkrut PSG. Sebut saja Neymar, Angel Di Maria, dan Leandro Paredes.

Namun yang lebih menarik, PSG juga berhasil menyatukan dua seteru yang selama ini memiliki rivalitas yang sengit dalam bingkai el clasico.

Mereka tak lain adalah Lionel Messi dan  Sergio Ramos. Kondisi ini membuat Klub Liga Prancis itu mendapat pujian yang luar biasa. Lionel Messi dan Sergio Ramos direkrut dalam jendela transfer yang sama dan bertemu di ruang ganti yang sama pula.

Tentu ini merupakan sebuah  prestasi besar, karena  mampu menggabungkan kekuatan eks kapten Barcelona dan Real Madrid dalam waktu bersamaan. Messi dan Ramos yang usianya berselisih 15 bulan itu telah berhadapan 44 kali di berbagai ajang.

Messi dan Ramos

Lalu siapa dalang dibalik kesuksesan ini? tentu tak lepas dari  peran ‘si tangan dingin’ Presiden PSG, Nasser bin Ghanim Al-Khelaifi.

"Saya senang bahwa Lionel Messi telah memilih untuk bergabung dengan Paris Saint-Germain dan kami bangga untuk menyambut dia dan keluarganya ke Paris," kata Nasser Al-Khelaifi seusai penandatanganan kontrak dengan mantan pemain Barcelona itu, Selasa, 10 Agustus 2021.

Sukses PSG di tangan Nasser Al-Khelaifi bukan saja baru terjadi kali ini. Sejak menjabat Presiden PSG tahun 2011, Nasser sudah membuat trobosan untuk klub asal Perancis tersebut.

Di musim pertamanya bersama PSG, ia langsung membeli pemain bintang seperti Zlatan Ibrahimovic, Thiago Silva, dan Marco Veratti—ketika itu berstatus wonderkid.

Lantas siapa Al-Khelaifi ?

Dikutip beritabeta.com dari berbagai sumber menyebutkan,  Nasser adalah seorang pengusaha asal Qatar yang lahir di Doha, 12 November 1973.

Kiprahnya sebagai Presiden PSG membuat L'Équipe (surat kabar harian Prancis) pada 2016 menobatkannya sebagai orang paling berkuasa di sepakbola Prancis.

Itu karena status yang disandang sebagai CEO beIN Media Group, Qatar Sports Investments (QSI), dan Paris Saint-Germain (PSG).

Uniknya, Al-Khelaifi justru mengawali karier sebagai atlet tenis. Al-Khelaifi juga bukan darah biru layaknya penguasa Manchester City, Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, yang merupakan saudara tiri Emir Abu Dhabi dan Presiden Uni Emirat Arab, Khalifa bin Zayed Al Nahyan.

Al-Khelaifi itu orang biasa di Qatar. Dia adalah putra seorang nelayan pencari mutiara di pesisir Doha, Oman Al-Khelaifi. Kehidupan keluarganya pada saat itu biasa-biasa saja karena pada 1960, 1970, 1980-an, Qatar belum menjadi negara yang makmur seperti saat ini.

Meski berasal dari keluarga sederhana, pendidikan menjadi hal utama yang diberikan ayahnya. Setelah lulus SMA, dia mendapatkan kesempatan mempelajari ilmu ekonomi di Qatar University, Doha. Al-Khelaifi melanjutkan ke program pascasarjana di Piraeus University, Athena.

Selain bersekolah, Al-Khelaifi juga berlatih tenis. Olahraga itu dia kenal ketika duduk di bangku SMP dan SMA. Ketika ada di universitas, Al-Khelaifi melanjutkan kesenangan bermain ke tahap yang lebih serius.

Al-Khelaifi beruntung karena Qatar University merupakan kampus yang memiliki aktivitas olahraga terbaik di Timur Tengah.

Selain sepakbola, atletik, dan renang, tempat Al-Khelaifi menimba ilmu juga memiliki tim tenis jempolan. Di sanalah dia melanjutkan aktivitas tenisnya dari level amatir ke profesional hingga memperkuat tim nasional Qatar.

Berkarier sebagai petenis profesional selama sekitar 10 tahun dari 1992 hingga 2002, Al-Khelaifi memantapkan statusnya sebagai petenis terbaik kedua dalam sejarah Qatar setelah Sultan Khalfan Al-Alawi.

Sebagai petenis profesional, Al-Khelaifi terlibat sebagai anggota Qatar di Piala Davis. Qatar memang bukan kekuatan tenis utama di Asia. Tapi, penampilan Al-Khelaifi dan Al-Alawi pada masa itu cukup membuat banyak orang kagum. Apalagi, dia bermain pada 43 pertandingan dengan mengumpulkan rekor 12-31 di tunggal putra serta 12-16 di ganda.

Al-Khelaifi juga tampil dua kali pada tur utama Asosiasi Tenis Profesional (ATP). Salah satu yang dikenang adalah kekalahan dalam pertandingan putaran pertama pada Hypo Group Tennis International 1996 di St. Poelten, Austria. Saat itu, dia kalah dari mantan juara Prancis Terbuka, Thomas Muster.

Sepanjang karier profesional di tenis, Al-Khelaifi mampu mencapai peringkat ATP 995. Itu terjadi pada Desember 2002 dan merupakan peringkat tertingginya selama ambil berkecimpung di lapangan tenis.

Setelah pensiun, Al-Khelaifi tidak sepenuhnya meninggalkan tenis. Pada November 2008, dia terpilih menjadi presiden Federasi Tenis Qatar (QTF). Kemudian, pada 2011, Al-Khelaifi terpilih sebagai wakil presiden Federasi Tenis Asia (ATF) untuk wilayah Asia Barat.

Terjun ke Dunia Sepak Bola

Berkat penampilan di lapangan tenis itulah dia bisa bertemu dengan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani. Putra Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani itu juga penggemar berat olahraga.

Saat masih berstatus putra mahkota, Sheikh Tamim menjadi pengurus di banyak organisasi olahraga di Qatar, termasuk tenis. Dia banyak mendukung kiprah Al-Khelaifi di lapangan tenis. Hubungan itu terus berlanjut hingga Al-Khelaifi menjadi Emir Qatar dan Al-Khelaifi pensiun sebagai petenis.

Ketika pemerintah Qatar mendirikan QSI, Al-Khelaifi ditunjuk menjadi CEO. QSI adalah bagian dari Qatar Investment Authority (QIA). QIA didirikan pada 2005 oleh ayah Sheikh Tamim dengan tujuan memperkuat ekonomi melalui pendanaan sejumlah proyek internasional maupun perusahaan multinasional.

Salah satu yang terkenal adalah PSG. Menyusul penguasaan itu, Al-Khelaifi menjadi presiden dan CEO baru PSG sejak 7 Oktober 2011.

Di era QSI inilah PSG menjelma menjadi klub yang tak tertandingi di Ligue 1. Mereka juga memecahkan rekor transfer dunia atas nama Neymar da Silva Santos Junior.

Namun, bukan penguasaan PSG yang membuat Al-Khelaifi dianggap sebagai orang paling berkuasa di Prancis, melainkan statusnya sebagai CEO beIN Media Group. Menggunakan bendera beIN Sports, grup ini memiliki 22 saluran termasuk 17 saluran HD dan siaran di Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa, Amerika Utara, Australia, dan Asia.

Strateginya, selain membangun jaringan olahraga premium beIN, adalah mengembangkan ambisi grup di bidang olahraga dan hiburan di sektor produksi, distribusi, dan media digital. Mereka menguasai semua tayangan sepakbola utama di Eropa.

Bukti lain kekuasaan Al-Khelaifi sempat membuat proses pengambilalihan mayoritas saham Newcastle United oleh Mohammed bin Salman terkatung-katung. Pasalnya, secara politik, Arab Saudi dan Qatar terlibat proxy war di banyak sektor.

Di PSG,  pria berusia 47 tahun ini memulai gebrakan pertamanya pada 18 Juli 2012. Saat itu dia memboyong striker tenar asal Swedia, Zlatan Ibrahimovic.

Lewat tanggannya, PSG mengucurkan dana 21 juta euro (sekitar Rp 354,3 miliar) untuk membawa Ibrahimovic dari AC Milan. Kehadiran Ibrahimovic membuat PSG menjalani Liga Prancis dengan sangat superior.

Di tahun 2021 ini, Al-Khelaifi yang juga disebut ‘mesin uang’ itu berhasil membuat mata dunia menjadi terpukau, setelah  Lionel Messi dan Sergio Ramos bertemu di ruang ganti yang sama dan saling berpelukan mesra (*)

Editor : Redaksi