Dengan nada penuh haru Mercy meminta agar pemerintah tidak lagi memberlakukan kebijakan moratorium terkait penyedian fasilitas-fasilitas untuk menunjang ketersersedian listrik di Maluku.

“Kami butuh listrik Pak, jangan lagi ada moratorium yang menghambat lagi. Ini kebutuhan yang ditunggu. Masyarakat tidak mau tahu, mereka tahu kami dari Komisi VII, prinsipnya mereka ingin menikmati listrik,” urainya.

Menjawab pertanyaan Mercy, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan, terkait masalah elektrifikasi di wilayah Timur Indonesia tidak ada lagi istilah moratorium, semua program akan tetap berjalan.

Tasrif juga mengakui, soal rencana program konversi (pengalihan) energy dari diesel ke gas, namun akan diberlakukan secara estafet tanpa harus menghentikan apa yang sudah berjalan. Pihaknya, sementara melakukan identifikasi daerah-daerah mana saja yang memenuhi syarat tersebut.

“Terkait dengan semua fasilitas yang dibangun di Maluku itu, tahun ini proses tendernmya sementara dilakukan dan targetnya di tahun 2022 sampai 2023 akan tuntas,” kata Tasrif.

Sementara mesin yang didatangkan akan menggunakan energy biodiesel (B30) atau Bahan Bakar Nabati. Kesepakatan ini juga tertuang dalam rekomendasi Komisi VII DPR RI pada poin 5 agar negera segera menyediakan satuan pembangkit diesel (SPD) dan juga menyediakan pasokan gas kepada daerah berbasis 3T yang sampai saat ini masih bermasalah soal elektrifikasi.

Menurut Tasrif, kebijakan penggunaan energy B30 dilakukan sebagai upaya pemenuhan Paris Agreement (Kesepakatan Paris) dalam rangka mengurangi emesi global sesuai gol temperatur global.  

Sedangkan, untuk PLTMG yang sudah siap tapi belum tersedia energy gas, juga akan disediakan dan ditargetkan akan menggunakan produksi gas dari Bentuni, Bontang dan di tahun 2017 akan menggunakan produksi dari Blok Masela.

“Energi gas dipilih karena sudah diperhitungkan soal cost-nya dan juga emisi yang dihasilkan nanti. Nah mesinya lagi ditenderkan di semester satu ini oleh pihak PT Pertamina melalui PJM,” tutup Tasrif (BB-DIO)