BERITABETA.COM, Ambon - Sidang perdana perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 10 MV Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, digelar majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon, Selasa (04/05/2021).

Siding dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Ahmad Atamimi, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Maluku itu dipimpin majelis hakim Tipikor, Pasti Tarigan (ketua). Dua terdakwa dalam perkara ini adalah Tan Lie Tjen alias Fery Tanaya, dan Abdul Gafur Laitupa.

Berdasarkan amar dakwaan JPU menyatakan, pengadaan tanah untuk pembangunan PLTMG di Dusun Jiku, Desa Namlea, Kabupaten Buru Provinsi Maluku itu dilakukan PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku pada 2016.

Untuk kepentingan pembangunan proyek PLTMG Namlea, pihak PLN UIP Maluku melayangkan surat kepada pihak Badan Pertanahan Nasional atau BPN.

Kemudian, mendiang Kepala Kantor BPN Buru, John George Sen (Almarhum), memerintahkan Abdul Gani, saat itu menjabat Kepala Seksi asie Pengukuran BPN Kabupaten Buru, mengukur lahan seluas 48.000 meter persegi tersebut.

Menurut JPU, saat pengukuran lahan dimaksud, tersangka Abdul Gani membuat peta lokasi dengan nomor 02208 tertanggal 16 Juni 2016.

Tapi, kata JPU, pengukuran dilakukan tidak sesuai dengan data sebenarnya, karena mencantumkan nomor induk bidang tersebut.

Namun, sesuai dengan komputerisasi ternyata lahan yang diukur adalah (tanah) milik Abdul Rasyid Tuanani seluas 645 meter persegi.

"Ternyata tanah ini sebenarnya dikuasai oleh negara. Sebab lokasi (lahan) tersebut bagian dari tanah erfpacht atau hak barat, dimana selaku pemegang hak atas nama Zadrak Wakano yang telah meninggal dunia tahun 1981 lalu. seterusnya tahun 1985 dilakukan transaksi jual beli antara pihak keluarga waris dengan tersangka Ferry Tanaya," beber JPU.

Sesuai ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan, tanah erfpracht tidak bisa dipindah-tangani, baik kepada ahli waris maupun pihak lain selaku pembeli.

Sebab pasca pemegang hak erfpracht meninggal dunia, maka kepemilikan atas tanah dimaksud tidak bisa dikuasai oleh ahli waris, dan sebaliknya status tanah itu dikuasai oleh negara.

Pendapat hukum JPU menegaskan, yang berhak mengkonversi tanah itu adalah pemegang hak, dalam hal ini Zadrak Wakano (almarhum).

Seharusnya Zadrak mengkonversi tanah itu pada September 1980, pasca pemberlakukan UUPA tahun 1960. Hanya saja, almarhum tidak melakukannya.

JPU juga membeberkan lokasi peta lokasi nomor 02208 tertanggal 16 Juni 2016 yang dibuat tersangka Abdul Gani. Seterusnya pihak PLN melakukan proses pembebasan lahan.

Karena melnceng dari ketebntuan, JPU mendakwa Ferry Tanaya dan Abdul Gani dengan pasal 2 dan pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto pasal 55 KUHPidana.

Usai mendengarkan ini dakwaan JPU, majlelis hakim Pasti Tarigan kemudian menunda persidangan untuk dilanjutkan pada pekan depan.

Sidang berikutnya akan digelar dengan agenda eksepsi dari penasihat hukum terdakwa. (BB-RED)