“Masyarakat Samasuru tidak pernah mendapat pelayanan publik dari pemerintah. Masyarakat Samasuru juga tidak pernah mendapat bantuan pemerintah dalam bentuk apa pun, termasuk pengurusan KTP/KK yang menjadi hak warga negara. Sampai kapan ini akan terjadi? Kami mint aini menjadi perhatian semua pihak,” ungkapnya.

Atas nama P3MS dan masyarakat Samasuru, Lukas Waileruny meminta agar DPRD Provinsi Maluku dapat sesegera mungkin melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah (SBB -Malteng) serta masyarakat Samasuru agar dapat mendengar langsung apa yang menjadi keluhan dari masyarakat.

“Kami minta pemerintah dan DPRD agar bisa secepatnya mencari jalan keluar atas sengketa ini, agar masyarakat Samasuru tidak dikorbankan,” tutup dia.

Sebelumnya Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno menyampaikan keprihatinannya karena sengketa tapal batas itu telah mengorbankan masyarakat  Samasuru.

Mereka tidak terdaftar sebagai desa di kabupaten Maluku Tengah dan SBB, bahkan di Provinsi Maluku.

“Samasuru ini kalau masyarakatnya mau sekolah atau masuk pemerintahan, mereka harus pergi minta KTP di desa lain, seakan-akan mereka tinggal disitu, “ ungkap Barnabas.

Barnabas mengaku, dampak lain dari sengketa wilayah perbatasan tersebut juga dirasakan pada sektor pendidikan di Samasuru.

“Ini harus segera diselesaikan. Jadi sekolah semua di sana, sudah tidak terurus hampir lebih 10 tahun. Karena, baik dana pemerintah pusat, Pemkab, Pemerintah provinsi, tidak pernah melihat Samasuru,” paparnya.

Wagub mengaku, masalah ini telah disikapi Pemprov Maluku lewat Karo Hukum dan Pemerintahan.  

“Kami minta dua kabupaten segera diselesaikan sengketa batas wilayahnya. “ terangnya (BB-DIO)