Menurut Salah, potensi sagu yang begitu besar memang harus didorong untuk menjadi komoditas ekspor, jika melihat hitung-hitungan potensi seperti itu, kanapa pemerintah daerah tidak mencoba untuk melakukannya.“Untuk mewujudkan semua potensi ini maka diperlukan sebuah gerakan besar yang harus dilakukan pemerintah daerah. Khusus untuk sagu, harusnya daerah-daerah penghasil itu didorong untuk lebih mengintensifkan program hilirisasi, tapi semua ini kembali lagi soal political will,” katanya.

“Saya kira ini sebuah kabar gembira, hanya saja perlu diatur proses produksinya, baik hulu dan hilir memerlukan intervensi pemerintah daerah, selain itu juga diperlukan adanya menuver untuk mencari pasar yang menjanjikan,”tegasnya.

Sementara dalam sebuah artikelnya, pakar Sagu dari Institute Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Dr. Fredy Rumawas, mengatakan, bahan tepung sagu dapat menghasilkan polimer terbaik guna membuat plastik yang bisa terurai atau plastik yang mudah hancur di alam. Sedangkan di pasaran internasional, tepung sagu digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu untuk pembuatan biskuit, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi, industri perekat, dan industri farmasi. Jadi, dengan satu juta lahan sagu di Indonesia, sejatinya Indonesia mampu menjelma menjadi makmur.

Secara umum pembudidayaan dan pemanfaatan sagu memberikan manfaat lebih bagi Indonesia, baik pada taraf penigkatan ekonomi, kesejahteraan sosial, penyediaan komoditi pangan nasional, hingga penyediaan lapangan kerja dan bisnis. Bahkan, sagu secara budaya sudah menjadi bagian intim bangsa ini sebab keberadaan sagu pada awalnya diperkirakan berasal dari Maluku dan Papua.

“Sagu juga mencerminkan sikap, watak, dan karakter bangsa ini yakni mampu bertahan hidup dalam keadaan terseok-seok akibat gangguan lingkungan global. Harapannya, Indonesia kelak akan menjadi negara yang memberikan manfaat bagi masyarakat global, nama bangsa ini akan tetap kokoh, menjulang tinggi meski diterpa badai ujian yang bertubi-tubi,”tulisnya.

Data Perhimpunan Pendayagunaan Sagu Indonesia (PPSI) menyebutkan produksi sagu nasional saat ini mencapai 200.000 ton per tahun atau baru mencapai sekitar 5 persen dari potensi sagu nasional. Indonesia memiliki potensi alam bagi pengembangan sagu yang tidak dimiliki oleh benyak negara di dunia.

Logika pemanfaatannya, jika pemerintah menginvestasi dana senilai 1,3 trilyun rupiah dengan grace periode 12 tahun pada luas lahan 68.180 hektar, dengan pendapatan kotor pada tahun pertama sebesar 4 trilyun rupiah, sebenarnya layak untuk diwujudkan dan sangat menguntungkan. (*)

Pewarta : Dhino pattisahusiwa