BERITABETA.COM, Ambon – Komoditas sagu (Metroxylon) kembali menjadi topik hangat di ruang publik, khususnya untuk Provinsi Maluku. Peneliti sagu dari Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, Wardis Girsang, mengatakan masyarakat lokal Maluku mulai meninggalkan sagu dan beralih ke beras.

Padahal, komiditas sagu bernilai ekonomi tinggi jika diolah dan dikembangkan sebagai produk ekspor ke beberapa nagara. Sebagai contoh adalah Provinsi Kepulauan Riau yang sudah melakukan hal ini.

Data yang dihimpun beritabeta.com dari sejumlah sumber menyebutkan, Maluku kini ketinggalan jauh dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Tahun Agustus tahun 2018 silam Provinsi Kepri sudah berhasil mengekspor tepung sagu sebesar  270 ton yang dilepas langsung oleh Gubernur Riau Arshadjuliandi ke Jepang sebagai negara tujuan.

“Ini suatu hal yang luar biasa sekali. Dan kita berupaya agar dapat merumuskan regulasi yang mendukung keseriusan kita dalam mengembangkan sagu di Indonesia,” kata  Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dalam Seminar Sagu Asean ke-IV di Riau, Selasa (7/8/2018) seperti dikutip RMOL.ID.

Lalu bagaimana dengan sagu Maluku? Ternyata data Direktorat Jenderal Perkebunan RI menyebutkan  produksi sagu di Provinsi Maluku pada tahun 2017 telah mencapai mencapai angka 11.905 ton per tahun.     

Sementara menurut data resmi Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian Maluku tahun 2017 menyebutkan, luas areal tanaman sagu di Maluku terbesar ada di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang mencapai   35.717 Ha, sedangkan produksinya 9.323 Ton. Disusul Kepulauan Aru luas 323 Ha produksi 0,1 Ton, Seram Bagian Barat (SBB) luas 229 Ha produksi 5,2 Ton dan Maluku Tengah luas 175,4 Ha produksi 27,4 Ton.

Berdasarkan hasil kajian dan pemetaan Forum Kerjasama Agribisnis (FKA), harga  tepung sagu dunia berada dikisaran Rp.2.400 per kilog gram (kg). Jika hasil produksi sagu Maluku mampu diolah menjadi tepung sagu dan menghasilkan kisaran 10 ribu ton tepung sagu per tahun saja, maka pendapatan Maluku akan mencapai 24 miliar per tahun.

Ironisnya, Pemprov Maluku sejak beberapa tahun lalu telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Sagu namun penerapannya belum diperhatikan secara serius.

“Sagu harus ditanam dan dirawat dengan baik dengan pengelolaan dari hilir sampai hulu sehingga masyarakat kembali mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok, dan makanan olahan sagu semakin beragam,” kata Peneliti Unpatti Ambon, Wardis Girsang.

Pengamat Sosial dan Ekonomi Maluku, M. Saleh Wattiheluw, SE, MM menanggapi pertanyaan beritabeta.com mengatakan, gerakan pengelolaan hilirisasi komoditas unggulan daerah Maluku memang selama ini menjadi kendala besar untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, terlebih lagi terkait upaya mendongkrar Pendapatan Asli Daerah (PAD).