Hal senada disampaikan Dr Ruslan. Menurut akademisi Universitas Pattimura (Unpatti) ini, Maluku yang relatif masih jauh tertinggal dari daerah lainnya di Indonesia, berawal dan bersumber dari kegagalan pemerintah pusat mengidentifikasi kebutuhan daerah di setiap wilayah. Akibatnya, kebijakan pengelolaan negara yang diambil pun menjadi keliru pula.

“Saat ini, kita membangun negara tidak melihat bagaimana mengedepankan kesejahteraan, tapi lebih pada bagaimaan kita kaya saja. Maka, negara pun di ambang kehancuran,” ucap Ruslan mengawali narasinya.

Pemerintah, kata Ruslan, selalu mengedepankan pertumbuhan. Ironisnya, di lain pihak meninggalkan atau melupakan pemeraataan. “Kalau begini terus cara dan pola bernegaranya, maka negara ini akan kolaps,” Ruslan mengingatkan.

Untung saja, kata dia, orang Ambon khususnya dan Maluku pada umumnya, memiliki kadar cinta pada negara yang sangat luar biasa.

Yang penting, dia menambahkan, pola kebijakan pemerintah dalam pengelolaan negara, perlu direvisi. Tidak sekadar gembar-gembor belaka.

Sebagai contoh, ungkapnya, dulu nyaris semua pihak berkoar-koar akan menjadikan daerah kepulauan seperti Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Faktanya, sampai hari ini, nyaris tidak ada paket kebijakan memadai untuk merealisasikan hal tersebut.

“Debatnya sangat luar biasa. Tapi sekarang, isu lumbung ikan perlahan-lahan tinggal kenangan. Memang belum dihapus sama sekali, tapi sisa menjadi bayang-bayang saja,” sindirnya.

Setali tiga uang dengan sektor pertambangan. Sejauh ini, data statistik menunjukkan bahwa banyak lokasi tambang potensial yang belum dieksplorasi secara maksimal.

“Jadi bagi saya, ini bukan soal angka yang tertera di BPS. Tadi Pak Walikota (Bodewin, red) bilang, kita butuh perlakuan khusus,” tegas Ruslan.

“Jangan sampai orang Maluku bilang, kalian tidak anggap kita lagi. Kalau memang tidak anggap lagi, ya lepas saja! Sipadan dan Ligitan itu kan begitu. Lepas dari Ibu Pertiwi karena kurang dianggap. Maluku ini kayak lagu ‘kekasih yang tak dianggap’ saja,” kekeh Ruslan dengan nada sedikit mencemooh.