Kedudukan dan peran Bharada E sebagai eksekutor penembakan Brigadir J, disini penulis tidak berkomentar, akan tetapi jika kita mengacu pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan, menurut penulis perlu adanya pertimbangan berkaitan dengan tindakan yang dilakukan Bharada E didasarkan atas Perintah, walaupun Perintah itu berada diluar konteks Perintah Jabatan.

Artinya jika dihubungkan dengan syarat subjektif sebagaimana diuraikan sebelumnya maka hemat penulis tidak ada voornemen pada dari dan batin Bharada E untuk membunuh Brigadir J, melainkan perbuatan itu dilakukan dengan terpaksa dan dengan melihat situasi dan kondisi pada saat itu.

Oleh karena pertanggungjawaban pidana Criminal responsibility di Indonesia merujuk pada asas Geen straf zonder schuld artinya Tiada idana tanpa kesalahan, maka tentu disini sedikit penulis mengulas persoalan Kesalahan, sebagai salah satu elemen utama pertanggungjawaban.

Secara objektif tidak dapat kita sangkali bahwa adanya  Kesalahan yang dilakukan Bharada E yaitu menembak Brigadir J, namun demikian Kesalahan disini bukanlah merupakan suatu kesengajaan dolus melainkan kesalahan disini dapat dimaknai dalam arti yang sempit yaitu cupla.

Tegasnya Bharada E melakukan kesalahan dalam bentuk kelalaian, atau juga dapat kita sebut sebagai kealpaan. Konsekuensinya, jika perbuatan itu masuk kedalam kesalahan dalam kategori kealpaan, secara mutatis mutandis pertanggngjawaban pidananya dikurangi dari ancaman maksimum.

Berikut kaitannya dengan Status Bharada E sebagai Justice Collaborator. Secara abstrak yang dimaksud dengan Jistice Collaborator tidak lain ialah orang yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap  kebenaran suatu peristiwa hukum yang serius dan melibatkan perhatian publik, kurang lebih dimikian yang dimaksud denga Justice Collaborator.

Istilah ini diadopsi di Indonesia sejak ratifikasi Konvensi PBB Pasal 37 ayat (2) dan (3) United Nations Convention Against Coruption (UNCAC) Tahun 2003, yang disahkan di Indonesia melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against Coruption (UNCAC).

Pada Pasal 37 ayat (2) konvensi ini berbunyi “Setiap Negara peserta wajib mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus yang tertentu, mengurangi hukuman  dari seseorang pelaku yang memberikan kerja sama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan berdasarkan konvensi ini”.