Para dokter harus berjuang extra keras menyelamatkan nyawa - nyawa di sisa umur. Betul bahwa urusan mati tak mungkin ditawar, namun Allah SWT memberi pintu ikhtiar melalui ilmu pengetahuan.

Tak ada rotan akarpun jadi, papa putuskan merangkap menjadi da'i. Dari mimbar ke mimbar papa berkeliling ke masjid - masjid. Memboyong  para Muspida [Musyawarah Pimpinan Daerah] setiap Jum'at. Melibatkan mereka langsung di tengah masyarakat, menuangkan ilmu sembari menutup celah kemusyrikan.

Ibu yang berbasis pesantren, bertugas menyediakan materi khotbah. Bersama papa,  mereka berharap dapat merubah cara berpikir masyarakat. Sesungguhnya Islam itu identik dengan sains. Bukankah Eropa maju karena ilmu dari kaum Muslimin ?

Rumah Sakit Umum segera dibangun, mengganti peran rumah sakit kecil yang sudah ada sebelumnya. Dokter - dokter muda di datangkan. Meskipun awalnya mereka harus bersaing ketat dengan  para "dukun" merebut kepercayaan, memenuhi harapan masyarakat.

Papa tak hanya bertanggung jawab soal sosial, politik, ekonomi dan lainnya. Di bahunya juga terpikul beban tanggung jawab atas masyarakat yang dipimpinnya, kelak di pengadilan akhirat.

Papa gemar bermain tenis di waktu sore. Dua lapangan tenis dibangun di depan rumah. Lapangan berpagar kawat tinggi ini letaknya di pinggir pantai. Sesekali tertangkap suara camar bermain di atas permukaan laut. Debur ombak memecah, riaknya syahdu. Persis seperti musik relaksasi.

Di sebelah kiri lapangan, dibiarkan puluhan pohon kelapa tempat ribuan burung gereja melewatkan malam. Menjelang maghrib, rombongan unggas ini membentuk formasi awan hitam. Melayang, kemudian menukik tajam, menyesaki setiap dahan kelapa.

Ramai kicaunya setelah seharian mencari makan di hutan. Burung - burung ini laksana alarm kami di waktu fajar sekaligus sinyal tanda permainan tenis harus berakhir.

Entah kebetulan atau memang tak ada pilihan lain, semua orang di ring satu papa memilih olahraga yang sama. Tawa dan canda di jeda permainan, terdengar akrab hingga ke teras rumah kami.

Banyak informasi papa dapat di sana. Bisa jadi sebuah keputusan disepakati di lapangan berlantai hijau ini.

Sore itu, aku mendengar ribut - ribut di depan rumah. Dari balik gorden ruang baca, aku melihat keluar. Beberapa orang masuk. Tak ada pos penjagaan, sehingga masyarakat gampang menemui papa.

Kudenger nada papa meninggi,  "Siapa izinkan mereka masuk ke sana? ". Semua tertunduk diam. Salah seorang memberanikan diri berbicara. "Sudah bubar, penonton berikut masyarakat sekitar mengusir mereka, pak ". Kali ini, giliran papa terkesima.

Rupanya ada yang menginzinkan pertunjukan motorcross di gelar di stadion. Anak - anak muda ini datang dari Ternate. Sebenarnya asyik juga, hiburan buat masyarakat Tidore asalkan tidak merusak fasilitas stadion.

Sepeda motor jenis trail memang memiliki jenis ban pacul agar daya cengkeramnya kuat.      Begitu pertunjukan berlangsung, otomatis rumput lapangan walau berakar kuat, beterbangan, tercabik - cabik gigi roda.