Meski demikian, angka stunting di Maluku masih tergolong tinggi karena melebihi ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%.

Berdasarkan wilayahnya, terdapat 6 kabupaten di atas rata-rata prevalensi balita stunting Maluku. Sisanya, 5 kabupaten/kota lainnya berada di bawah angka rata-rata provinsi.

Kabupaten Buru Selatan merupakan wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Maluku pada SSGI 2022, yakni mencapai 41,6%. Angka ini naik 2,5 poin dari 2021 yang sebesar 39,1%.

Kabupaten Kepulauan Tanimbar menempati peringkat kedua wilayah dengan prevalensi balita stunting terbesar di Maluku sebesar 31,5%. Posisinya diikuti oleh Kabupaten Kepulauan Aru dengan prevalensi balita stunting 28,1%.

Adapun prevalensi balita stunting terendah di Maluku berada di Kota Ambon yakni 21,1%.

Ini artinya, kritikan terkait tidak adanya kebarhasilan dari kerja-kerja pemerintah daerah dalam penanganan masalah stunting  juga tidak benar. Ada penurunan angka stunting dan itu terbukti dengan paparan data di atas yang menyebutkan berkurangnya 2,6 persen angka stunting di Maluku.

Meski demikian, kritikan Anggota DPRD Maluku terkait mekanisme dan kebijakan yang ditempuh pemerintah daerah harus pula didengar.  

Karena tidak elok pula, jika semua kerja dalam upaya penanganan masalah stunting itu harus dibawah komando PKK Maluku, sebab  menjadi tidak relevan dalam sebuah pemerintahan jika OPD terkait dengan sejumlah personil yang ahli di bidangnya tidak berperan aktif dan harus dibawah komando pihak lain di luar struktur birokrasi pemerintah daerah.

Mekanisme dan semangat kerja ini  juga tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan di daerah (*)