Oleh; Julius R Latumaerissa  (Ekonom dan Konsultan Independen Perencanaan Daerah dan Keuangan Publik)

Jika banyak pihak berpendapat bahwa persoalan utama pembangunan di Maluku adalah kemiskinan tinggi, IPM yg rendah dan minimnya infrastruktur, maka saya berpendapat bahwa kemiskinan Maluku, IPM, Infrastruktur dan lain sebagainya semua itu adalah akibat masalah dan bukan sebab masalah. 

Sejak dulu saya menilai bahwa banyak kalangan, mulai dari politisi, birokrat sampai kepada masyarakat umum memiliki pendapat  yang bias, karena memandang isu pembangunan Maluku hanya di permukaaan saja.

Kemiksinan Maluku itu dikatakan akibat masalah karena ada sumber penyebab masalah, yaitu masalah Kepemimpinan (leadership) dan tatakelola pemerintahan (governance) yang kurang baik.

Manajemen pemerintahan yang ada selama ini tidak dijalankan secara optimal baik eksekutif maupun legislatif, sehingga kemiskinan Maluku masih terjadi dan belum mencapai tujuan akhir pembangunan yaitu kesejahteraan rakyat Maluku.

Faktor kepemimpinan (leadership)  di Maluku adalah sebab masalah pertama yang melahirkan kompleksitas masalah pembangunan di Maluku. Kemiskinan Maluku tinggi, pengangguran tinggi, IPM rendah, PAD kecil, Income per Capita rendah, Ekspor antar Wilayah minus, bahkan ekspor Luar Negeri minus dan menyebabkan defisit Balance of Payment (BoP) Maluku.

Sebab masalah kedua adalah belum adanya kewenangan yang sedikit lebih luas kepada Maluku, dalam mengelola pembangunan Maluku, baik sumber daya alam di darat dan di laut dan dibawah laut, apakah itu SDA biotik dan non-biotik. Masih banyak konstrain yang dihadapi sampai saat ini.

Sebab masalah ketiga adalah belum adanya kesamaan persepsi pada semua stakeholders pembangunan di Maluku, terhadap model dan bentuk masa depan Maluku yang ideal, dan belum adanya keseragaman di dalam model strategi pembangunan Maluku yang relevan dan mampu menjawab kebutuhan daerah dan rakyat Maluku.

Sebab masalah keempat adalah lemahnya persatuan masyarakat Maluku dan rendahnya kesadaran untuk mau berubah dan bangkit dari semua keterbelakangan yang ada saat ini di Maluku.

Semua sebab masalah di atas menjadi tantangan yang harus dijawab oleh Gubernur yang akan dating. Gubernur Maluku ke depan, tidak bisa dilihat hanya dari aspek ketokohan karena pengalaman sudah berulang kali terjadi ketika ketokohan yang jadi alat ukur maka yang terjadi adalah banyak kelemahan dan kegagalan pembangunan sebagai ‘Pil Pahit’ yang dirasakan rakyat Maluku.

Kita selalu keliru bahkan ekstrimnya dikatakan salah selama ini dalam memberikan penilaian dan kriteria kepemimpinan.

Gubernur Maluku ke depan harus memiliki suatu visi yang futuristik jauh kedepan, dimana dia harus punya kemampuan memprediksi berbagai kemungkinan yang  terjadi baik secara global, regional, kawasan, dan lokal, sehingga mampu merumuskan strategi solutif secara dini. Karena Maluku secara geografis dengan potensi yang ada akan menjadi rebutan banyak pihak. Yang terjadi selama ini adalah tiba saat,  tiba akal sehingga hasilnya tidak maksimal dan tidak terukur sesuai standar dan indicator pembangunan yang ada untuk mengelimkinir kemiskinan Maluku.

Maluku memiliki karakteristik yang unik, baik geografis, demografis, kultur, adat dan budaya, sehingga membangun Maluku maka seorang Gubernur harus mampu menerjemahkan semua aspek diatas dalam pendekatan geopolitik dan geostrategis, serta geoekonomi secara tepat dan akurat.

Sudah menjadi sesuatu yang given dimana sistim perencanaan pembangunan daerah tentu berbanding lurus dengan perencanaan pemerintah pusat, namun harus dipikirkan bahwa perlu penyesuaian-penyesuaian sesuai kondisi dan kebutuhan masing masing daerah. Tidak bisa diseragamkan utuh seperti itu. Konsekwensinya adalah kebijakan kebijakan pembangunan yg tidak tepat sasaran. 

Sebagai contoh banyak kebijakan pemerintah pusat dengan pendekatan wilayah kontinental tidak bisa diimplementasikan secara utuh di wilayah pembangunan kepulauan, yg terjadi adalah kegagalan. Contoh yg lain kebijakan agrobis dalam pengembangan value added sektor pertanian tidak bisa digeneralisasi di setiap Negeri di Maluku, karena masing masing Negeri memiliki kearifan lokal yg sudah kental dalam tatanan sosial masyarakat. 

Yang harus dilakukan adalah membangun ekonomi rakyat di Maluku based on local wisdom. Negeri Booi di Saparua tidak cocok dikembangkan tanaman sawi dan kol putih, tetapi harus dikembangkan, industri kecil pertukangan dan meubeler ini baru berhasil, demikian juga masyarakat Negeri Iha, yang harus dikembangkan adalah industri pandai besi dengan pendekatan teknologi moderen, Negeri Ouw industri Sempe dan tanah liat juga dengan konsep kekinian, dan juga Negeri Ulat di Saparua, industri mikro Gula merah  dsb nya. Inilah yg harus menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah Maluku yang akan datang.

Kembali kepada akar masalah di atas yaitu kepemimpinan. Gubernur Maluku yang akan datang suka atau tidak suka harus punya kemampuan diatas rata-rata baik dibidang intelektual, manajerial, leadership dan perencanaan. Dan mampu mengorganisir semua kekuatan di Maluku menjadi modal besar pembangunan daerah. 

Visi Gubernur Maluku kedepan harus Terukur, Realistis, dan dapat dilaksanakan sehingga memberikan multiplayer effect secara bertahap dan masif bagi kesejahteraan rakyat Maluku sebagai jawaban konkrit atas kebutuhan rakyat. Visi Gubernur tidak bisa dirumuskan melalui rekayasa terminologi dari berbagai sumber eksternal yang tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat, tetapi harus didasari kepada kesadaran dan penguasaan masalah secara komprehensif atau makro dan juga mikro.

Gubernur Maluku kedepan harus memiliki keberanian dan ketajaman intelektual dalam menerjemahkan kompleksitas persoalan Maluku dalam segmen perencanaan yang mencerminkan harapan atas cita cita kemakmuran rakyat dan masa depan Maluku. Karena dengan ketajaman intelektual di atas rata rata maka Gubernur akan mampu Merumuskan dan menetapkan buleprint Maluku minimal 50 tahun kedepan dimana wajah Maluku akan tercermin disana.

Bukan hanya perencanaan yg sifatnya statis-rutinitas seperti bangun jalan yg hanya sebatas buka akses dan sirtu dan menjadikannya sebagai alat bargaining dengan rakyat.

Karena itu dalam pemilu kada 2024 di Maluku, seharusnya Partai Politik, yang cerdas dalam melihat perkembangan dinamika pembangunan dan semua arah perubahan global dan nasional.

Pola rekruitmen Partai Politik yang selama ini lebih bersifat transaksional melahirkan Upu Latu yang pegang ulu parang di daerah Maluku adalah Upu Latu yang tidak memiliki jiwa dan Roh Kapitang.

Kalau Upu Latu dulu tajam parang dan kuat otot maka sekarang Upu Latu Maluku harus tajam intelektual, dan kuat dalam komitmen dengan rakyat, untuk membawa Maluku keluar dari masalah pembangunan yang menggurita.

Kalau dulu upu latu di Maluku berjuang mempersatukan, sekarang Upu Latu di Maluku, justru membuat banyak pemisahan dan pecahan-pecahan.

Karena itu partai politik di Maluku harus memiliki keberanian untuk melakukan uji public terhadap semua actor politik yang akan berlaga di kontetstasi politik local 2024 nanti. Dan uji public tersebut harus terbuka, dan independent (*)