Sedangkan ayat (2) berbunyi “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor di atas hanya mengatur ketentuan pidana pokok yakni pidana penjara dan pidana denda sebagaimana yang termuat dalam Pasal 10 KUHP.

Sedangkan ketentuan pidana mati ditemukan dalam ayat (2),  yang mana pidana mati dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu artinya memiliki syarat-syarat.

Di mana syarat-syarat tersebut termuat dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yaitu : (1) bencana alam nasional; (2) pengulangan tindak pidana korupsi, dan (3) pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Perlu diketahui sangat tidak mudah untuk menjatuhkan pidana mati kepada setiap pejabat publik yang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan kedaruratan Covid-19. Hal ini dikarenakan, “keadaan tertentu” dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipkor beserta penjelasannya hanya kemudian mengatur terkait “bencana alam nasional.”

Sedangkan bencana non alam seperti halnya Covid-19 tidak diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Bencana non alam, baru dikenal dan diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang berbunyi “Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.”

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 24 Tahun 2007 memberikan pengertian bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.”

Dengan karakteristik dan ruang lingkup kebencanaan yang berbeda, maka aparat penegak hukum telah dibatasi oleh undang-undang, sehingga bencana non alam (Covid-19) tidak bisa dipersamakan dengan bencana alam. Yang mana Covid-19 sebagai bencana non alam melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, telah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Menurut penulis, penafsiran sistematis dapat dilakukan Majelis Hakim jika sejak awal pembentukan norma hukum dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor beserta penjelasannya tidak hanya mencantumkan frasa bencana alam, melainkan juga mencantumkan frasa bencana nasional seperti termuat dalam UU No. 24 Tahun 2007 sebagai “keadaan tertentu” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Maka secara hukum, setiap pejabat publik  yang melakukan korupsi dana Covid-19 tidak dapat dihukum pidana mati (***)