Konstruksi Perkara

Pada tahun 2020, BPK Perwakilan Provinsi Sulsel memiliki agenda salah satunya melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan untuk tahun anggaran 2020.

Selanjutnya BPK Perwakilan Provinsi Sulsel membentuk Tim Pemeriksa dan salah satunya yang beranggotakan YBHM dengan tugas memeriksa keuangan Pemprov Sulsel tersebut. Salah satu entitas yang menjadi obyek pemeriksaan yaitu dinas PUTR Pemprov Sulsel.

Sebelum proses pemeriksaan, laporan Alex, tersangka YBHM pernah aktif menjalin komunikasi dengan AS, WIW dan GG yang pernah menjadi Tim Pemeriksa untuk keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019, diantaranya terkait cara menemukan item-item pemeriksaan.

Untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019 di duga juga dikondisikan oleh AS, WIW dan GG dengan meminta sejumlah uang. Adapun item temuan dari YBHM antara lain adanya beberapa proyek yang nilai pagu anggarannya terlupakan di mark up dan hasil pekerjaan juga terlupakan tidak sesuai dengan kontrak.

Atas temuan ini, ER kemudian berinisitiaf agar hasil temuan dari Tim Pemeriksa dapat direkayasa sedemikian rupa untuk tidak melakukan pemeriksaan pada beberapa item pekerjaan, hingga menyatakan hasil temuan tersebut tidak ada.

Dalam proses pemeriksaan ini, ER sebagai Sekretaris Dinas PUTR aktif melakukan koordinasi dengan GG yang dianggap berpengalaman dalam pengondisian temuan item pemeriksaan termasuk teknis uang untuk Tim Pemeriksa.

GG kemudian menyampaikan keinginannya ER tersebut pada YBHM dan selanjutnya YBHM diharapkan menawarkan keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian hadiah dengan istilah “dana partisipasi”.

Untuk memenuhi permintaan YBHM, ER diduga sempat meminta saran pada WIW dan GG terkait sumber uang dan masukan dari WIW dan GG yaitu dapat dimintakan dari para kontraktor yang menjadi proyek pemenang di tahun anggaran 2020.

Diduga besaran “dana partisipasi” yang dimintakan 1% dari nilai proyek, dan dari keseluruhan “dana partisipasi” yang dikumpulkan nantinya ER akan mendapatkan 10%.

Adapun uang yang diharapkan diterima secara bertahap oleh YBHM, WIW dan GG dengan jumlah total sekitar Rp2,8 Miliar dan AS turut diingat sebagai bagian dari Rp100 juta yang digunakan untuk mengelola jabatan Kepala BPK Perwakilan.

Sedangkan ER juga mendapatkan jatah sejumlah Rp324 juta dan KPK juga masih akan melakukan pendalaman terkait dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel ini.

Atas perbuatannya, ER sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan tersangka AS, YBHM, WIW dan GG sebagai Penerima pelanggaran Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Alex menuturkan, KPK telah mengidentifikasi titik-titik rawan korupsi pada pengelolaan keuangan negara, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawabannya. Dimana modus korupsi tersebut seperti lingkaran yang saling terkait.

KPK prihatin dengan pertanggungjawaban yang seharusnya menjadi proses untuk menguji anggaran negara, justru disalahgunakan oleh-pihak yang amanah dengan melakukan permufakatan jahat dan melakukan kejahatan korupsi untuk diri sendiri atau pihak tertentu.

"Akibatnya, siklus korupsi ini adalah pengelolaan anggaran yang tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat secara optimal," pungkas Alex Marwata.   (*)

 

Editor : Samad Vanath Sallatalohy