Legenda ‘Putri Duyung’ dari Ambon yang Menggemparkan Eropa

Setelah Gubernur Ambon, kira-kira awal tahun 1703, kemampuan artistik Samuel Fallours diketahui oleh beberapa pejabat penting yang juga berdinas di VOC. Diantaranya adalah Balthasar Coyett, Gubernur van Ambon pada periode 1701 – 1706, yang suka memesan lukisan-lukisan hingga pengunduran dirinya.
Pengganti Coyett, Adriaen van der Stel, Gubernur Ambon hingga kematiannya pada tahun 172010, juga terbukti tertarik pada objek-objek sejarah alam dan memanfaatkan bakat Samuel Fallours dengan baik.
Selain para gubernur itu, figur-figur lainnya juga memiliki minat luar biasa melalui himpunan koleksi “barang-barang antik” pribadi.
Salah satunya, yang paling penting adalah mungkin Francois Valentijn, yang mengajarkan Injil pada kongregasi Belanda di Ambon selama kira-kira 12 tahun, dan pastilah menjadi atasan dari Samuel Fallours.
Menyadari hasrat besar pada figur-figur lukisannya diterima dengan baik, Samuel membuat, atau menyewa seniman lokal untuk membuat salinan tambahan dari pekerjaannya, yang mana ia jual atau persembahkan sebagai hadiah kepada orang-orang berpengaruh di Eropa.
Hasil dari seluruh aktivitas ini adalah produksi dari beberapa koleksi yang kira-kira lukisan-lukisan serupa, beberapa koleksi menggambarkan sekitar 528 hewan, termasuk ikan dan udang-udangan, serangga (kumbang dan serangga bertongkat), kadal, dugong atau putri duyung.
Seiring waktu berjalan, karya Samuel banyak diketahui, menyimpang dengan mengubah tampilan objek lukisannya mengikuti imajinasinya atau khayalannya sendiri agar lukisannya tampak lebih menarik.
Jadilah banyak tampilan lukisan biota laut yang dibuatnya tidak lagi mencerminkan bentuk dan warna yang sebagaimana aslinya tetapi telah menampung imajinasi atau khayalannya. Ia lebih merupakan pelukis surealis yang tak mau terkekang oleh berbagai aturan dan logika.
Karya besar ini dilihat dari segi artistik dan kesejarahan merupakan salah satu karya terbaik yang pernah ada dalam kaitannya dengan sejarah alam (natural history), meskipun ilustrasi detailnya banyak yang kurang cermat.
Tak kurang kritik dilontarkan terhadap lukisan Fouler ini karena telah mencampur-adukkan kenyataan dan imajinasinya.
Tetapi sebagian ilmuwan kontemporer tetap menghargainya karena dari lukisannya tentang ikan misalnya, sampai kini pun sebagian besar masih dapat dikenali dan diidentifikasi sampai ke tingkat genus ataupun spesies.
Bagaimana pun, lukisannya telah memberi sumbangan akan perjalanan sejarah alam kita,khususnya mengenai lingkungan Ambon dan sekitarnya.
Salah satu lukisannya Sirenne yang sering dirujuk sebagai lukisan tertua di Indonesia yang berkenaan dengan mamalia laut ini (*)
Editor : Redaksi
Sumber : negerisaparua.blogspot.com/ oseanografi.lipi.go.id