Oktober 1960 bertugas mengambil pesawat-pesawat AURI yang sedang menjalani overhaul di Hongkong Aircraft Engineering Corporation. April 1961 bertugas ke Inggris untuk mengikuti RAF Staff College di Andover.

Pada satu kesempatan bersama Soeharto

Dengan dibentuknya Komando Regional Udara (Korud) tahun 1961 akhirnya mendapat tugas baru sebagai Panglima Komando Regional Udara IV, tahun 1962 sebagai Wakil II Panglima Komando Mandala pembebasan Irian Barat dengan pangkat Kolonel Udara. Agustus 1962 sebagai Panglima Angkatan Udara Mandala dengan pangkat Komodor Udara.

Pada saat operasi Trikora, pernah mendapat tugas untuk mengirim gula dari Jakarta ke Makassar. Selama berkarir sebagai prajurit AURI, tergolong orang yang selalui mengutamakan hak-hak prajurit yang bertugas di medan perang.

Ada peristiwa yang menarik, ” Pernah pada suatu saat jatah makanannya dibuang, hal itu karena ia melihat prajurit yang akan diterjunkan ke Irian Barat dengan resiko tinggi, bahkan bisa dikatakan belum tentu kembali dengan selamat hanya diberi makan dengan Lauk Tempe, sedangkan para Jenderal yang hanya bertugas dibelakang meja makan dengan Lauk Daging”

Leo Wattimena adalah Jenderal pertama yang mendarat di Irian Barat, dengan menggunakan Pesawat C-130 Hercules setelah melaksanakan tugas penyebaran pamflet di daerah Merauke. Pesawat yang diterbangkan oleh Captain Pilot Letkol Udara M. Slamet dan Co Pilot Mayor Udara Hamsana didalamnya ada Komodor Udara Leo Wattimena.

Setelah tugas selesai timbul keinginan Komodor Udara Leo Wattimena mendarat di Lapangan Terbang Merauke. Secara sigap Kapten Pilot kemudian mengontak tower Merauke menyatakan bahwa pesawat mengalami kerusakan mesin (Engine Trouble) dan minta ijin mendarat, dengan cara demikian, maka untuk pertama kalinya seorang Jenderal AURI menginjakkan kakinya di Irian Barat.

Namun demikian setelah melaporkan ke Tower Merauke, pesawat mendarat di ujung landasan, kemudian langsung terbang lagi. Saat itu pula tidak serta merta tentara Belanda marah karena merasa ditipu, situasi itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa AURI adalah yang nomor satu.

Prestasi Penerbangan Yang Amat Menonjol dan Menakjubkan

Terbang di Bawah Kolong Jembatan Ampera, kemahiran menerbangkan pesawat ditunjukkan Leo Wattimena dalam suatu kesempatan dengan Pesawat MiG-17, terbang rendah di kolong jembatan Ampera Sungai Musi, Palembang. Saat terbang tidak sendirian, tetapi bersama dengan wingman-nya, Marsda (Pur) Sudjatio Adi. Dibawanya pesawat seperti menukik mau menghujam dasar sungai Musi, lalu pull up sebelum mencapai permukaan air dan terbang menyambar dibawah Jembatan Ampera.

“Terbang Gila” dengan penuh resiko dan sangat berbahaya yang dilakukan. Terbang menyalip diantara tower dan tiang bendera di Lanud Adisutjipto, Yogyakarta. Terbang straight and level, pasti menabrak, jadi untuk dapat lolos, ujung sayap yang satu ditarik Leo ke bawahm Alhasil, pesawat dengan indahnya menyalip terbang diantara dua penghalang tersebut.

Menurut Marsekal Pertama (Pur) Agustinus Andy Andoko, mereka sejaman dengan penerbang ulung itu, bahwa “Leo itu identik dengan Mustang”. Bahkan karena unik dan keahliannya berangkat kerja dari Bandung ke Jakarta, Leo Wattimena menggunakan Pesawat Mustang.

Sebagai penerbang fighter, Leo Wattimena kenyang asam garam perang udara, pernah memimpin serangan di Indonesia Timur melawan Permesta (14 Mei 1958) menggunakan Mustang serta empat pembom B-25 Mitchell. Sebagai Wakil II Panglima Komando Mandala merangkap Panglima AU Mandala pada masa Trikora. Dalam operasi tempur perebutan Irian Barat tahun 1962, Leo menjadi Jenderal pertama yang menginjakkan kakinya di bumi Irian Barat.

Menurut rekan-rekannya dikenal orang sangat tekun dan serius dalam mengemban tanggung jawab. “Kalau perlu dia tidak tidur sampai tiga hari,” kenang Kolonel (Pur) Suparno, mantan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara yang pernah melayani Leo. Sebagai penerbang ada yang mengatakan, dia sangat menyatu dengan udara. Kalau dia terbang, semua untuk dia. Leo terbang tidak lagi dengan raganya, tapi dengan jiwanya.