BERITABETA.COM, Ambon — Masyarakat adat Negeri Rohomoni, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) menggelar demo di depan Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Jumat (13/9/2024).

Kedatangan mereka itu untuk meminta agar Raja adat mereka, Daud Sangadji yang saat ini menjadi terdakwa atas perkara lingkungan hidup dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

Koordinator aksi, Rizal Sangadji dalam orasinya meminta agar raja adat Negeri Rohomoni, Daud Sangadji dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

Dalam orasinya itu, Rizal dengan tegas meminta agar aparat kepolisian Polda Maluku, dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) untuk menangkap Telenio yang juga pelaku utama pengambilan material galian C di negeri Rohomoni.

"Bebaskan raja adat kami dari segala tuntutan hukum. Polda Maluku, tangkap juga itu Telenio selaku pelaku utama pengambilan material di negeri Rohomoni," teriak Rizal Sangadji.

Dia menilai, penetapan tersangka raja adat negeri Rohomoni sebagai tersangka, merupakan kriminalisasi dan permainan oknum tertentu untuk menjatuhkan raja adat mereka.

"Penetapan tersangka raja adat kami, merupakan permainan yang ingin menjatuhkan raja kami, orang tua kami, bapak Daud Sangdji. Bebaskan Raja kami, dari segala tuntutan hukum," ucapnya.

Secara terpisah, Kepala Saniri Negeri Rohomoni, Abdul Halim Tuhuteru kepada wartawan usai pertemuan dengan pihak PN Ambon mengungkapkan, aksi yang mereka lakukan merupakan bentuk sikap membela terhadap raja adat mereka.

"Atas apa, karena kami masyarakat adat negeri Rohomoni menilai ada upaya segelintir orang mengkriminalisasi raja kami, bapak Daud Sangadji. Maka aksi hari ini kami menunjukan sikap membela, raja adat kami. Untuk itu, kami meminta agar jaksa dan Hakim bebaskan raja kami dari segala tuntutan hukum," ungkap Abdul Halim Tuhuteru.

Tuhuteru menilai, penetapan tersangka raja Negeri Rohomoni keliru dan terkesan dikriminalisasi hukum dengan mengabaikan fakta dari kebijakan yang diambil oleh raja Negeri Rohmoni untuk menormalisasi sungai, termasuk hukum adat masyarakat setempat.

Dia menerangkan, pada 2022 lalu terjadi musibah banjir, sehingga terjadi kerusakan alam yang mengakibatkan fasilitas jalan menjadi rusak dan terjadi pelebaran bentaran sungai di Negeri Rohomoni.

"Sehingga ada kebijakan dari raja adat kami, dengan menghibahkan alat berat (Eksavator) miliknya untuk menormalisasi sungai dan memperbaiki jalan yang rusak," terangnya.

Ia menambahkan, dampak dari kebijakan itu, pada 2024 terjadi hujan melanda wilayah kepulauan Maluku dan terjadi banjir di mana-mana.

"Alhamdulillah, di desa negeri Rohomoni tidak lagi terjadi banjir, akibat dari kebijakan yang diambil raja kami melakukan normalisasi sungai. Fakta inilah yang harus dilihat, bukan sebaliknya menetapkan raja kami sebagai tersangka," tambahnya.

Pihaknya menduga, ada tebang pilih dalam proses hukum yang dilakukan Polda Maluku. Karena, di tahun 2023, pengusaha atas nama Telinio, menemui Raja Rohomoni, meminta agar mengambil galian C di wilayah hukum adat negeri Rohomoni. Namun, tidak ditetapkan tersangka.

"Telenio juga merupakan pelaku utama dalam peristiwa hukum ini, tetapi sama sekali penyidik Polda Maluku tidak menjadikan beliau sebagai tersangka. Ada apa," ucapnya.

Halim bahkan menguraikan, alat berat digunakan Telenio untuk melakukan aktifitas pengambilan material di Negeri Rohomoni.

"Itu tidak disita atau dipolice line. Maka patut kita duga ada upaya kriminalisasi hukum yang dilakukan terhadap raja adat kami. Termasuk ada tebang pilih dalam melihat persoalan hukum yang terjadi. Tangkap dan proses hukum juga saudara Telenio," pungkasnya. (*)

Editor : Redaksi