Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST. (Statistisi Muda BPS Kolaka, Sulawesi Tenggara)

Kolaka merupakan salah satu diantara empat kabupaten tertua di Sulawesi Tenggara pada saat dulu awal mula terbentuknya provinsi ini. Lambat laun, Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami pemekaran kabupaten, tercatat hingga saat ini Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 17 kabupaten/kota.

Pemekaran kabupaten juga menimpa Kolaka, hingga saat ini Kolaka pecah menjadi tiga kabupaten, yaitu Kolaka, Kolaka Utara dan Kolaka Timur. Dan kabarnya yang terakhir bakal ada Kolaka Selatan.

Dari sisi ekonomi, posisi Kolaka di Sulawesi Tenggara sangat disegani.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2020 persentase kontribusi PDRB Kolaka terhadap PDRB Sulawesi Tenggara mencapai 19,51%. Capaian tersebut tidak muncul begitu saja.

Jika dilihat series-nya dari tahun 2014, maka kontribusi PDRB Kolaka terhadap PDRB Sulawesi Tenggara selalu menjadi yang tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya.

Pada tahun 2014 kontribusi PDRB Kolaka mencapai 19,44%, kemudian meningkat 2,14 poin pada tahun berikutnya (21,58%). Peningkatan terus berlanjut pada tahun 2016 menjadi 23,36% atau meningkat 1,78 poin.

Kontribusi PDRB Kolaka terhadap PDRB Sulawesi Tenggara tersebut selalu menjadi paling tinggi bahkan melebihi Kendari sebagai ibukota provinsi, pada periode tahun 2014 hingga tahun 2020.

Di Kolaka sendiri, sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor yang paling dominan. Tercatat pada periode 2014 hingga tahun 2020 pertambangan dan penggalian berkontribusi hingga lebih dari 44%. Hingga yang terbaru pada tahun 2020 mencapai 49,59%.

Kemudian diikuti oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 13,76% dan yang ketiga adalah sector perdagangan yang mencapai 9,04%.

Suatu daerah dikatakan daerah maju jika PDRB nya didominasi oleh kontribusi sector tersiernya. Dengan kontribusi PDRB yang masih didominasi oleh sektor primer, maka Kolaka masuk ke dalam daerah yang berkembang.

Namun, dalam perkembangan zaman yang begitu cepat, Kolaka harus ikut berkembang dan keluar dari zona nyaman, agar tidak hanya berkutat pada sektor primer saja. Sebelum jauh ke sector tersier, ada baiknya Kolaka terus memperhatikan sektor sekunder mereka.

Tercatat ada sektor industri pengolahan, konstruksi dan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang kontribusinya mencapai masing-masing 8,56%, 8,33% dan 9,04%.

Salah satu tapak menjadi wilayah maju, adalah berkuasanya sektor sekunder terlebih dahulu, dimana salah satu komponennya adalah sektor industri.

Sektor industri di Kolaka sampai saat ini masih didominasi oleh industri nikel. Ya, industri yang masih berkaitan dengan sumber daya alam, dimana cepat atau lambat yang namanya sumber daya alam akan habis juga. Setelah habis mau bergantung dengan apa lagi?

Ini yang perlu diperhatikan. Pada tahun 2018, khusus untuk sektor industri pengolahan mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor yang lain.

Pertumbuhannya mencapai 8,34% dari tahun 2017. Jika ditelisik lebih dalam lagi, ternyata PT Antam. Tbk masih menjadi pemain utama dalam kontribusinya terhadap subsektor industri pengolahan logam sektor industri pengolahan di Kolaka. PT. Antam Tbk. bersama dengan PT. Surya Saga Utama yang terletak di Bombana juga menjadi kontributor dalam PDRB Sulawesi Tenggara.

Keduanya sama-sama bergerak dalam industri pengolahan nikel, dan pada tahun 2018 menghasilkan nilai output sebesar Rp. 3,9 triliun dengan biaya input Rp. 2,4 triliun. Sehingga memiliki nilai tambah sebesar Rp. 1,5 triliun pada tahun 2018.

Dengan nilai tambah tersebut industri pengolahan nikel menjadi yang paling dominan diantara industri pengolahan yang lain di Sulawesi Tenggara.

Selain itu, industri pengolahan air minum juga sangat penting di Kolaka. Mengingat ada sebagian wilayah di Kolaka yang sulit untuk mendapatkan air bersih untuk mandi, cuci, dan kakus apalagi untuk minum.

Wilayah yang sulit mendapatkan air bersih di Kolaka itu sebagian besar merupakan wilayah hasil reklamasi air laut ataupun rawa. Ada banyak perusahaan di Kolaka yang bergerak pada industri pengolahan air minum, contohnya CV. Karunia Agung Sejahtera.

Dalam sampel, CV. Karunia Agung Sejahtera bersama lima perusahaan industri air minum yang lain di Sulawesi Tenggara memiliki nilai output sebesar Rp. 18,7 miliar dengan biaya input sebesar Rp. 16,5 miliar. Sehingga menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 2,2 miliar.

Nilai tambah tersebut tentu jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkan oleh industri pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara pada tahun 2018.

Namun, industri pengolahan air minum berhasil memiliki efisiensi sebesar 88,17% lebih besar jika dibandingkan dengan efisiensi industri pengolahan nikel yang hanya mencapai 61,84% saja.

Kedua industri tersebut sangat penting pengaruhnya bagi Kolaka dan Sulawesi Tenggara, utamanya bagi pergeseran sedikit demi sedikit ketergantungan terhadap sektor primer.

Di zaman yang disebut-sebut zaman Revolusi Industri 4.0 ini, Kolaka pada khususnya dan Sulawesi Tenggara pada umumnya masih harus berjuang untuk tidak lagi bergantung pada sektor primer.

Perhatian terhadap sektor sekunder dan tersier yang dimiliki harus tetap dijaga, agar dapat beradaptasi dan bersaing dalam menghadapi Revolusi Industri kedepan (*)