Mendagri Batalkan Kesepakatan Penjabat Bupati Malteng dan SBB, Soal Tapal Batas Wilayah
“Ya Permohonan Pembatalan Berita Acara Kesepakatan Nomor: 57/BAD III/X/2022 telah Kami sampaikan dan diterima oleh Menteri Dalam Negeri masih dalam tenggang waktu 21 hari kerja. Sedangkan Mendagri mempunyai waktu untuk menyelesaikan permohonan kami dalam tempo 10 hari kerja,"urai Nirahua.
Ternyata, kata dia, sampai dengan waktu 10 hari kerja telah selesai, tidak ada keputusan atau penyelesaian oleh Mendagri.
"Dengan demikian, Permohonan Pembatalan Berita Acara Kesepakatan Nomor: 57/BAD III/X/2022 yang kami sampaikan dianggap dikabulkan, selanjutnya Mendagri wajib menetapkan keputusan paling lama 5 hari kerja,"tambah Nirahua.
"Namun sampai hari ini tidak ada penetapan keputusan terhadap permohonan kami. Oleh karena itu sesuai Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2014, Permohonan Pembatalkan Berita Acara Kesepakatan Nomor: 57/BAD III/X/2022, dan meninjau Pasal 2 Permendagri Nomor: 29 Tahun 2010 secara sadar dan berdasarkan Undang-Undang, maka dianggap telah dibatalkan oleh Mendagri,"kata Nirahua.
Ia menegaskan, karena Permohonan Pembatalan Berita Acara Kesepakatan Nomor: 57/BAD III/X/2022, dan meninjau Pasal 2 Permendagri Nomor: 29 Tahun 2010 telah dikabulkan oleh Mendagei, maka tidak ada alasan hukum dalam bentuk apapun bagi Andi Chandra Asadudin Penjabat Bupati SBB, untuk melaksanakan aktifitasnya di wilayah tapal batas Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat.
Jika masih ada, selaku pihak yang diberikan kuasa oleh kliennya mengancam akan melaporkan Penjabat Bupati SBB Andi Chandra Asadudin, kepada Presiden untuk mengevaluasi yang bersangkutan.
Diketahui, sengeketa tapal batas wilayah antara Kabupaten Malteng dan SBB, tidak terselesaikan sampai sekarang, karena Mendagri menerbitkan Pasal 2 Permendagri Nomor: 29 Tahun 2010 yang dianggap bertetangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 123/PUU-VII/2009.
Selain itu, Kemendagri berpedoman pada Putusan MA Nomor: 46 P/HUM/2010 Tanggal 3 November 2010, Putusan Nomor: 10 P/HUM/2011 tanggal 8 Juni 2011, Putusan MK Nomor: 1/SKLN-VII/2010 tanggal 7 Maret 2011, dan Putusan MA Nomor:14 P/HUM/2012.
Padahal, putusan tersebut ternyata bertentangan dan tidak mempunyai korelasi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 123/PUU-VII/2009, serta tidak dapat dipakai sebagai rujukan dalam pelaksanaan Pasal 2 Permendagri Nomor: 29 Tahun 2010. (*)
Pewarta : Febby Sahupala