BERITABETA.COM – Majalah Forbes lewat 'The World's Real-Time Billionaires', kembali melakukan pembaharuan pada data orang terkaya di Indonesia.

Ada 10 nama yang masuk daftar, mereka  tak asing lagi dan masih menempati posisi orang terkaya di tanah air.

Diantaranya ada Hartono bersaudara yang merupakan pemilik bank swasta besar BCA sekaligus pemilik perusahaan rokok Djarum, kedua kakak beradik ini masih memimpin daftar crazy rich di Indonesia.

Forbes menyebut secara statistik, Robert Budi Hartono hartanya mengalami penurunan US$ 129 juta atau sekitar Rp 1,87 triliun per hari ini dikutip dari detik.com, Rabu (28/7/2021). Meski begitu, total kekayaannya masih sebanyak US$ 18,2 miliar atau sekitar Rp 263 triliun.

Sedangkan saudaranya, Michael Bambang Hartono hartanya tercatat US$ 17,5 miliar atau sekitar Rp 253 triliun. Sama seperti Robert Budi, Michael mengalami penurunan harta secara harian juga, sekitar US$ 124 juta atau sekitar Rp 1,79 triliun.

Seperti dilansir wartaekonomi.co.id, nama Robert Budi Hartono menjadi besar lantaran perusahaannya yang tak kalah besar. Perusahaan itu adalah Djarum Group yang menjadi perusahaan konglomerat di Indonesia.

Pria kelahiran Semarang, 28 April 1940 ini merupakan anak kedua dari pendiri awal Djarum yaitu Oei Wie Gwan. Robert merupakan keturunan Tionghoa-Indonesia yang memiliki nama Toinghoa, Oei Hwie Tjhong.

Bersama kakaknya, Michael Bambang Hartono alias Oei Hwie Siang, mereka menjadikan Djarum Group hingga sebesar sekarang dan membawanya menjadi orang terkaya di Tanah Air.

Dulu, Djarum hanya sebuah bisnis rokok kretek lokal yang pabriknya pernah mengalami kebakaran hebat hingga semua asetnya habis dan bisnisnya berada diujung jurang. Musibah itu terjadi pada tahun 1963. Di tahun itu pula lah, Oei Wie Gwan, ayah Hartono meninggal.

Hartono pun memikul beban tanggungjawab atas keselamatan bisnis ini.  Saat itu, usia Budi Hartono baru berusia 23 tahun sementara kakaknya 24 tahun. Tak ingin larut dan meratapi keterpurukan, keduanya bangkit. Mereka menghidupkan kembali usaha yang telah dijalankan ayah mereka.

Mereka membangkitkan Djarum dengan melakukan berbagai pembenahan manajemen dan peralatan produksi. Mesin pengolahan tembakau dengan teknologi baru didatangkan dari Inggris dan Jerman Barat.

Upaya itu memberikan hasil gemilang. Pada periode 1965 sampai dengan 1968, produksi rokok yang terjual berhasil tembus 3 miliar batang; sebuah pencapaian yang fantastis.

Kesuksesan itu tak lantas membuat mereka berpuas diri. Pada 1973, mereka mulai melebarkan pangsa pasar Djarum hingga ke mancanegara, Amerika Serikat, Arab Saudi, Jepang dan lain sebagainya.

Di Indonesia, produksi Djarum mencapai 48 miliar batang per tahun atau 20 persen dari total produksi nasional.

Salah satu rokok andalan buatan Djarum pada saat itu hingga kini adalah rokok Djarum Filter. Perbedaannya hanyalah Djarum Filter ini menggunakan filter di ujung rokok dan dibuat dengan mesin.

Rokok Filter dengan cita rasa kretek tradisional mulai dikenalkan tahun 1981 dan segera laris di pasaran. Pada tahun 1972, Hartono juga berhasil melakukan ekspor rokok ke Amerika Serikat (AS).

Setelah Djarum dengan rokok kreteknya semakin melejit di pasaran, Hartono kemudian melebarkan sayap ke jagat perbankan dengan membeli saham Bank Central Asia.

Hartono telah melakukan diversifikasi bisnis dengan tujuan untuk memecah bisnisnya dalam beberapa jenis usaha agar tidak mudah bangkrut saat ada guncangan ekonomi.

Selain itu, mereka juga memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 65.000 hektare di Kalimantan Barat sejak tahun 2008, serta sejumlah properti di Indonesia.

Di antaranya adalah Grand Indonesia, beberapa hotel seperti Bali Padma Hotel, Hotel Malya Bandung, dan Sekar Alliance Hotel. Keluarga Hartono juga membangun Pulogadung Trade Centre dan WTC Mangga Dua, Jakarta.

Mereka juga memiliki perusahaan elektronik. Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Di bawah payung Djarum dan Polytron ini pula tengah melejit Mola TV, saluran sekaligus layanan multiplatform televisi kabel.

Lalu, mereka juga membuat Ventures Global Digital Prima, Global Digital Niaga (Blibli.com), dan membeli Kaskus, situs populer di Indonesia.

Tak hanya fokus pada bisnis, Hartono juga memiliki hobi dalam olahraga bulu tangkis. Ia kerap memberi beasiswa bagi anak-anak yang berprestasi dalam bidang bulu tangkis. Lalu, ia pun mendirikan PB Djarum pada tahun 1969.

Hartono juga membuat sebuah gedung pelatihan bulu tangkis yang sangat megah di Kudus dan rutin menggelar acara bulu tangkis Djarum Badminton - Indonesia Open (BB-RED)

(berbagai sumber)