Saparua, begitu sebutannya. Orang yang mendegarnya pasti akan mengaitkan nama ini dengan sejarah panjang Pahlawan Nasional Pattimura. Pulau ini memang melahirkan banyak pembesar di Maluku bahkan bersinar di tingkat Nasional.

Tanggal 15 Mei 2023 kemarin, seantero warga di pulau ini pun bersuka ria merayakan hari kelahiran Pattimura. Semua larut dalam suka cita. Hanya sebentar saja,  suasanya ini berganti menjadi ketakutan.   

Ada kematian tak wajar. Seorang guru bersimbah darah. Lehernya ditembus peluru dan diduga menjadi korban bidikan penembak misterius (Petrus). Lokasinya pun tak jauh dari bukit Saniri (perbatasan Negeri Tuhaha dan Siri Sori), tempat Pattimura dan para kapitan berunding merencanakan penyerangan atas kompeni Belenda di Benteng Duurstede ratusan tahun silam.

Welma Hattu, sang guru yang menjadi pelita bagi generasi penerus Pattimura itu, harus lebih dulu menghebuskan nafas terakhirnya saat dievakuasi ke RSUD Saparua. Seantero warga Pulau Saparua pun sedih dan marah. Tak menyangka tragedi pilu itu kembali terjadi. Padahal, Pattimura yang mereka banggakan adalah sosok yang penuh panutan berjiwa heroisme dalam membela kebenaran.

Apa yang terjadi di Saparua/ Saparua Timur?  Mereka hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Kisah warga Saparua hampir mirip dengan cerita film berjudul ‘Prey’ yang disutradarai Thomas Sieben.

Film yang dirilis tahun 2021 itu, mengisahkan lima sahabat yang asyik berlibur di hutan, namun kemudian penembak misterius yang mengacaukan liburan mereka itu. Analoginya serupa dengan kehidupan warga Saparua yang penuh harmonis dalam bingkai orang basudara di Saparua yang kini terusik oleh perbuatan sadis Petrus.

Aksi Petrus di Pulau Saparua, bukan menjadi peristiwa baru. Tercatat misteri di wilayah perbatasan itu sudah menewaskan tiga nyawa yang tak berdosa. Entah apa yang terjadi, semua masih meraba-raba.  

Aksi petrus pertama kali terjadi pada Selasa, 6 Januari tahun 2015. Saat itu warga Siri sori Islam bernama Rafsanjani Lestaluhu, menghembuskan nafas terakhirnya di hutan kawasan perbatasan. Korban ditembak orang tak dikenal saat hendak memanen cengkih.

Kematian Rafsajani pun berlalu begitu saja. Upaya aparat penegak hukum sampai detik ini tak membuahkan hasil. Siapa pelakunya? Apa motifnya? Sudah 8 Tahun berlalu, kasus pembunuhan ini menguap ditelan waktu.  

Petrus tetap berkeliaran dan tak tersentuh hukum. Enam tahun berlalu, tepatnya Minggu 18 April 2021, aksi Petrus kembali terjadi.

Satu lagi nyawa warga tak berdosa hilang.  Warga merintih, ketika Yacob Tutuhatunewa (69) warga Siri Sori Serani harus dibopong dalam keadaaan meninggal dunia, saat hendak ke hutan.

Lokasinya masih seputaran perbatasan kedua negeri itu. Yacob menghebuskan nafas terakhirnya setelah peluru mengena pelipis kiri dan tembus ke belakang kepala kanan. Lagi-lagi penyelikan atas kematian Yacob pun dilakukan dan tak membuahkan hasil.

Aparat gencar menyasar sejumlah lokasi, tapi sayang, Petrus tetap menghilang dan tak tersentuh hukum.  Polisi berdalih masih melakukan pengejaran terhadap pelaku, tapi kasus atas kematian Yacob pun belum juga terungkap.

Tragedi pembunuhan tanpa alasan dan motif yang jelas ini, sudah menjadi momok yang menakutkan. Tanpa pandang bulu, siapa korbannya, Petrus membuat warga di wilayah Saparua Timur menjadi shock, trauma, takut dan penuh curiga.

Jika Rafsanjani dan Yacob dibidik di hutan, kali ini aksi Petrus lebih nekat. OTK itu bahkan lebih berani membidik korbannya yang melintas di jalan raya.

Dua korbannya pun harus dilarikan ke RSUD, Welma Hattu (41) dan Ronal Papilaya (52). Keduanya merupakan warga Negeri Itawaka. Welma tewas dalam perjalanan evakuasi, sedangkan Ronal mengalami luka pada bagian pipi.

Akankah kasus kematian akibat perbuatan Petrus ini berlalu begitu saja? Warga Saparua Timur kini menaruh harapan tinggi atas kinerja aparat Kepolisian. Jangan lagi ada korban serupa Rafsajani, Yacob dan Welma.   

“Negara tidak boleh diam, harus hadir dan memberi kepastian hukum terhadap warga yang jadi korban penembakan. Bentuknya lewat kepastian diusut tuntasnya kasus penembakan itu, tanpa kecuali siapapun pelakunya dan diproses hukum,” demikian desakan yang dilontarkan Anggota DPR RI Hendrik Lewerissa, menanggapi kejadian yang menimpa dua warga di Saparua Timur itu (*)