BERITABETA.COM, Ambon – Sejak 2002 saat mengeyam pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Pattimura, Ambon, sosok ini sama sekali tidak pernah berpikir bahkan membayangkan satu saat akan menjalani profesi sebagai seorang jurnalis.

Jiwa idealisnya sebagai seorang mahasiswa, menuntut pria bernama lengkap Octavianus Kesaulya itu, memilih untuk berkiprah sebagai seorang aktivis dan bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Ambon.

Sebagai seorang aktivis, membuat kepekaan-nya melihat berbagai masalah sosial yang terjadi di tengah masyarakat  makin tinggi. Apalagi saat itu, Kota Ambon baru saja diterpa konflik komunal yang berakibat pada rusaknya tatanan hidup ‘orang basudara’ di Maluku.

Sejumlah masalah yang dilihat dan dialami, kemudian dituangkan dalam sejumlah tulisannya yang dikirim ke beberapa media massa saat itu.

“Saya mulai mengasah pengetahuan menulis saya sejak masuk di GMKI. Beberapa tulisan saya hasilnya dari apa yang saya alami, termasuk yang menjadi fokus GMKI saat itu,” ungkap Nus sapaan akrabnya.

Kebiasaan menulis berbagai masalah itu dilakukan hingga 2004.  Setelah dua tahun memilih berada di kampung halaman, tepatnya di Pulau Saparua, pada tahun 2006, pria kelahiran 22 Oktober 1977 ini, kemudian mendapatkan tawaran dari seorang seniornya untuk menjadi wartawan di surat kabar Harian Siwalima terbitan kota Ambon.

“Saat itu saya ditelpon seorang wartawan senior yang berkerja di koran tersebut, namanya Kres Samalo. Kres tanya saya, mau tidak jadi wartawan. Saya kemudian mengiyakan permintaan itu,” tutur ayah dari Aliya Kesulya ini.

Setelah menerima tawaran itu,  Nus yang saat itu berada di kampung orang tuanya, tepatnya di Desa Siri Sori Kristen,  kemudian memberanikan diri datang ke Ambon. 

Setelah tiba di Ambon, Nus kemudian diarahkan oleh Kres untuk memasukkan berkas-berkasnya ke koran tempat Kres berkerja.

“Saya diminta mengganti posisinya sebagai wartawan. Bung Kres kebetulan harus resign (berhenti) karena lulus tes sebagai PNS di Pemprov Maluku,” kisahnya.

Serjana lulusan FISIP Unpatti tahun 2004 ini, kemudian diterima sebagai reporter di Koran Siwalima. Namun, statusnya sebagai reporter dengan status magang. Tiga bulan, Nus menjalani profesi sebagai kulih tinta, dan akhirnya diangkat menjadi wartawan di koran tersebut.

Setahun berlalu, sejak bekerja sebagai wartawan, Nus akhirnya diberi tugas dari redaksi untuk menjadi wartawan di kota Dobo, Kabupaten Kepualauan Aru.

Di kota penghasilan mutiara itu, Nus akhirnya bertemu dengan tambatan hatinya Sherly N Siahaya. Berjodoh dengan Sherly membuat Nus lebih kerasan bertugas di daerah yang dujuliki ‘Jargaria’ itu.

“Tahun 2007 saya ditegaskan ke Dobo hingga akhirnya bertemu dengan istri saya yang kebetulan menjadi seorang PNS di Pemkab Kepualauan Aru,”kisahnya.

Diakhir bincang-bincang bersama media ini, Nus yang juga memiliki hoby sebagai pembalap sepeda motor ini mengaku, apa yang digelutinya saat ini adalah anugerah yang ditetapkan Allah kepadanya.

“Semua yang terjadi saat ini adalah kehendak dari-Nya. Saya tidak pernah merencanakan semua ini, tapi saya dituntun untuk menjadi wartawan dan peka dalam menyuarakan apa yang saya nilai baik,” urai  dia.

Memasuki 14 tahun karirnya sebagai seorang jurnalis di kota Dobo, ayah satu anak ini berharap, kedepan profesi ini dapat menjadi inspirasi bagi setiap orang yang memiliki jiwa besar dalam menyampaikan berbagai informasi yang berpihak kepada kepentingan orang banyak.

“Masih banyak yang harus dilakukan. Saya berharap jalan hidup saya dan kiprah saya di dunia Jurnalis dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja yang ingin memilih jalan terjal penuh tantangan ini,” tutupnya (*)

Pewarta : Dhino Pattisahusiwa