BERITABETA.COM – Jakarta – Vietnam menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang berhasil  menahan laju penyebaran virus Corona. Di negera ini  hanya ada 300 kasus infeksi dan nol kematian dari 97 juta penduduk di negara itu.

Keberhasilan itu dinilai karena upaya dini yang dilakukan pemerintah setempat  menahan laju penyebaran. Strategi itu dikenal dengan sebutan “Palu Godam”.

Sejak Januari, sebelum ada kasus teronfirmasi, pemerintah sudah melakukan tindakan ketika mendengar kabar dua orang meninggal akibat pneumonia baru yang misterius di Wuhan, Cina. Saat kasus pertama terdeteksi di Vietnam pada 23 Januari, pemerintah pun langsung bereaksi.

“Itu sangat, sangat cepat bertindak dengan cara yang tampaknya cukup ekstrem pada saat itu, tetapi kemudian terbukti agak masuk akal,” kata Direktur Unit Penelitian Klinis Universitas Oxford (OUCRU) di Kota Ho Chi Minh, Prof Guy Thwaites.

Dikutip dari BBC, Vietnam langsung melakukan pembatasan perjalanan,  memantau dengan cermat dan akhirnya menutup perbatasan dengan China. Pemerintah juga meningkatkan pemeriksaan kesehatan di perbatasan dan tempat-tempat rentan lainnya.

Pelacakan kontak secar luas dilakukan dengan ketat. Sejak pertengahan Maret, orang yang masuk ke negara itu dan diketahui berkontak dengan pasien positif maka wajib melakukan karantina 14 hari dengan biaya yang ditanggung pemerintah.

“Ini adalah negara yang pernah menangani banyak wabah di masa lalu,” kata Prof Thwaites menyinggung severe acute respiratory syndrome (SARS) pada 2003 hingga flu burung pada 2010 dan wabah besar campak dan demam berdarah.

Prof Thwaites mengatakan, pemerintah dan warga telah terbiasa menangani penyakit menular. Bahkan lebih baik dari negara-negara maju. Mereka sudah mengetahui langkah yang perlu diambil untuk menekan kenaikan angka korban.

Karantina dalam skala yang begitu luas, menurut Prof Thwaites, adalah kunci. Bukti menunjukkan bahwa sebanyak setengah dari seluruh warga yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala.

Semua orang di karantina diuji, sakit atau tidak, dan 40 persen dari kasus Vietnam yang dikonfirmasi tidak akan tahu mereka memiliki virus seandainya mereka tidak diuji.

“Jika Anda memiliki level (pembawa asimptomatik) satu-satunya yang dapat Anda lakukan untuk mengendalikannya adalah apa yang dilakukan Vietnam,” kata Prof Thwaites.

Terlebih lagi, sebagian besar warga Vietnam yang kembali dari luar negeri adalah pelajar, turis, atau pelancong bisnis. Mereka cenderung lebih muda dan lebih sehat. Kelompok ini memiliki peluang yang lebih baik untuk melawan virus tanpa perlu pengobatan.

Ahli dari Harvard’s Partnership for Health Advancement di Vietnam, Hanoi, Dr. Todd Pollack, pemerintah juga memastikan publik siap untuk menjalankan strategi penahan penyebaran yang luas. Vietnam melakukan pekerjaan yang sangat baik untuk berkomunikasi kepada publik langkah-langkah yang diterapakan.

Pesan SMS reguler yang dikirim ke semua ponsel dilakukan secara bertahap. Langkah paling awal memberi tahu orang-orang untuk melakukan perlindungan diri pribadi. Vietnam memanfaatkan mesin propaganda yang selalu ada untuk menjalankan kampanye kesadaran, menggunakan citra masa perang, dan retorika untuk menyatukan publik dalam perang melawan musuh bersama.

Dr. Pollack menyatakan, cara itu memberi kesan masyarakat bekerja bersama untuk mengalahkan musuh. Secara umum, warga memang patuh pada pemerintahan, tetapi dengan langkah tersebut membuat upaya yang ketat dapat berjalan dengan baik.

Dengan pelaporan yang sangat rendah, beberapa meragukan jumlah yang sebenarnya dari infeksi dan korban meninggal di Vietnam. Namun, tim kesehatan menyatakan, kondisi nyata yang ada memang seperti itu melalui bukti pasien yang ada di dalam bangsal.

Tim kesehatan OUCRU telah melakukan hampir 20 ribu tes dan hasil yang ada cocok dengan data yang dibagikan pemerintah. Bahkan jika ada beberapa kasus yang terlewatkan, hasil tidak akan berubah secara drastis.

Dikutip dari news.com.au. analis dari Australian Strategic Policy Institute, Dr Huong Le Thu mengatakan para ahli epidemologi tidak memiliki alasan untuk mempertanyakan data positif dari Vietnam.

“Sejak sangat awal, dipahami bahwa ini adalah sesuatu yang sangat serius, virus yang bisa menginfeksi siapa saja,” katanya.

“Bukan hanya orang yang terdampak, tetapi semua orang di sekitarnya,” lanjutnya.

Pelacakan dan pemeriksaan yang masif juga turut berperan. Pada Januari, Vietnam hanya memiliki 3 laboratorium pemeriksaan, tetapi pada April jumlahnya telah mencapai 112.

Akhir bulan lalu, tercatat 213.743 pemeriksaan telah dilakukan dengan hasil positif sebanyak 270 kasus. Jumlah kasus positif saat ini berada di angka 312

Vietnam, negara berpenduduk 96 juta orang yang berbatasan dengan Cina, dengan sumber daya terbatas berhasil mengendalikan virus Corona di mana banyak negara kaya dan lebih maju tidak dengan melawan virus ini.

Sebagai perbandingan, tetangganya yang sedikit lebih padat penduduknya di Filipina, telah melaporkan hampir 30 kali lebih banyak kasus dan lebih dari 500 kematian.

Para pakar kesehatan masyarakat mengatakan Vietnam berhasil karena melakukan langkah-langkah awal dan tegas untuk membatasi perjalanan masuk, menempatkan puluhan ribu orang ke karantina dan dengan cepat meningkatkan penggunaan tes dan sistem untuk melacak orang-orang yang mungkin telah terpapar virus.

“Langkah-langkahnya mudah dijelaskan tetapi sulit diimplementasikan, namun mereka telah sangat berhasil menerapkannya berulang-ulang,” kata Matthew Moore, seorang pejabat di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) yang berpusat di Hanoi, AS, yang telah berhubungan dengan pemerintah Vietnam pada wabah sejak awal Januari.

Moore menambahkan bahwa CDC memiliki “kepercayaan besar” pada tanggapan pemerintah Vietnam terhadap krisis.

Krutika Kuppalli, seorang dokter penyakit menular dan peneliti biosekuriti di Johns Hopkins Center for Health Security, mengatakan tidak ada cara untuk mengetahui keberhasilan penanganan virus secara pasti. Tetapi Krutika mengatakan Vietnam telah melakukan pekerjaan yang bagus dengan respons cepat mereka mengendalikan virus Corona sejak dini, disertai tes massal serta mengisolasi dan mengkarantina orang-orang (BB-DIP)