Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST  (Statistisi Muda BPS Kolaka, Sulawesi Tenggara)

Pandemi Covid-19 menggeser berbagai tata kelola kehidupan saat ini. Termasuk diantaranya adalah sekolah dari rumah. Kebijakan tersebut pun masih terus diterapkan hingga saat ini di berbagai daerah yang kasus positif Covid-19 masih menanjak.

Sekolah dari rumah seharusnya lebih mempermudah siswa untuk mendapatkan pelajaran. Namun pada kenyataannya, tidak semua daerah bisa menerapkan sekolah dari rumah. Permasalahan sinyal yang belum menjangkau daerah terpencil pasti jadi alasan utama.

Selain itu, jika sekolah dari rumah diterapkan di wilayah terpencil, rasanya anak-anak desa akan bertambah malas untuk belajar. Mereka pasti lebih memilih untuk bekerja saja membantu orang tua, atau malah berinisiatif bekerja sendiri.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Direktur ILO Jakarta dan Timor Leste, Michiko Miyamoto yang mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan hilangnya pendapatan rumah tangga dan meningkatkan potensi anak-anak dalam kegiatan ekonomi.

Bahkan lebih banyak anak yang terjebak dalam pekerjaan yang eksploitatif dan berbahaya. Mereka yang sudah bekerja mungkin akan mengalami jam kerja yang panjang dan kondisi kerja yang memburuk.

Anak-anak masih membutuhkan arahan dari orang terdekat untuk mengambil Langkah yang benar atau langkah yang salah. Dan orang tua mengambil peran yang sangat dominan dalam penentuan masa depan seorang anak.

Sebagian besar anak menghabiskan waktunya untuk bersekolah. Namun, pada zaman yang semakin sulit ini, sangat dimungkinkan seorang anak memasuki dunia kerja yang sewajarnya masih harus bersekolah.

Berbagai peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi dan mencegah anak masuk ke pasar kerja.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia 10-17 tahun yang menjadi pekerja di tanah air sebesar 1,17 juta jiwa pada 2020, naik 320 ribu orang  dibandingkan pada tahun sebelumnya.

Persentasenya pun meningkat dari 2,37% pada 2019 menjadi 3,25% pada tahun lalu. Kenaikan tertinggi berasal dari pekerja anak yang berusia 10-12 tahun. Pada 2019, persentasenya tercatat hanya 1,83 juta orang.