Sementara, ada 3,6% pekerja anak berusia 10-12 tahun pada 2020. Angka pekerja anak berusia 13-14 tahun juga mengalami kenaikan dari 2,07% menjadi 3,34%. Sementara, angka pekerja anak berusia 15-17 tahun turun dari 3,08% menjadi 2,85%.

Angka tersebut sudah cukup mencemaskan bagi pemerintah pusat. Dan nampaknya fenomena Covid-19 berhasil mengubah series menurun data jumlah pekerja anak di Indonesia.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan mulai mengantisipasi melonjaknya jumlah pekerja anak di masa pandemi. Walaupun sebenarnya Kementerian sudah melaksanakan program untuk menarik 9.000 pekerja anak pada tahun 2020.

Kementerian Ketenagakerjaan seyogyanya mengajak semua pihak untuk bersamasama mengurangi jumlah pekerja anak di Indonesia. Mereka telah menekankan bahwa batasan umur yang belum cukup untuk memasuki pasar kerja menjadi hal yang harus diperhatikan. Supaya tidak terjadi eksploitasi pada hak-hak anak.

Sebenarnya fenomena pekerja anak ini terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Perbedaannya, pekerja anak di negara maju mereka memiliki bekal kemampuan baik teknologi maupun finansial yang mencukupi. Karena mereka sudah dipersiapkan semenjak dini untuk memasuki dunia kerja. Selain itu, mereka sudah diarahkan di bidang mana seorang anak unggul.

Sedangkan di negara berkembang, seperti Indonesia. Anak-anak masih dibebani mata pelajaran berlebih di bangku sekolah. Sehingga potensi mereka belum bisa terlihat. Potensi seorang anak akan terlihat ketika memasuki dunia perkuliahan. Dan ini sangat terlambat.

Dari segi tingkat keahlian, pasti jauh berbeda jika dibandingkan dengan kemampuan anak yang sudah dipersiapkan sejak dini. Kasus Covid-19 ini seharusnya menjadi titik balik pemerintah untuk memikirkan fenomena pekerja anak ini.

Kebijakan bisa diawali dari sistem pendidikan yang seharusnya berbasis bidang keahlian. Dengan menerapkan sistem Pendidikan tersebut, harapannya anak-anak yang memasuki pasar kerja sudah memiliki bekal keterampilan yang memadai, sehingga eksploitasi tidak akan terjadi.

Selanjutnya, mindset harus diubah. Dimana orang tua yang berpikir bahwa, Ketika tidak menjadi pekerja atau buruh, maka tidak akan bisa hidup. Orang tua seharusnya bisa lebih kreatif lagi dalam menciptakan lapangan kerja sendiri.

Walaupun bukan sebagai buruh atau pun karyawan. Pekerja anak sebenarnya tidak akan bisa diberantas, yang seharusnya dilakukan adalah memberikan bekal yang cukup kepada anak-anak (*)