BERITABETA.COM, Bandung – Terdapat sebanyak 16  petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara ( KPPS) dilaporkan meninggal dunia. 12 orang berasal di Jawa Barat dan 4 orang di Sulawesi Selatan (Sulsel).

Belasan petugas ini ada yang mengalami kecelakaan saat menjalani tugas dan sebagain besarnya diduga kelelahan di hari H berlangsungnya proses pemilihan.  Ada pula seorang Ketua KPPS di Kota Pekanbaru, terserang stroke saat bertugas menghitung hasil pemungutan suara.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Provinsi Jawa Barat Rifqi Alimubarok mengatakan, terlalu lamanya waktu penghitungan menjadi penyebab utama kejadian itu.

Rifqi menjelaskan, para petugas KPPS kelelahan lantaran rata-rata penghitungan suara baru selesai pukul 05.00 pagi.  Apalagi para petugas sebelumnya mesti begadang untuk menyiapkan TPS dan logistik.

“Berdasarkan hasil pantauan di lapangan rata-rata itu selesai jam 5 pagi, bahkan ada yang berlanjut sampai jam 12 siang. Karena belum selesai menyalin hasil formulir yang cukup banyak. Dan itu kan tanpa jeda, apalagi kemudian mereka kebanyakan mempersiapkan TPS di H-1 jadi, otomatis kan kelelahan,” ungkap Rifqi saat ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Sabtu (20/4/2019).

Selain itu, kata Rifqi, banyak juga petugas yang terbaring sakit setelah pemungutan suara. Hingga saat ini, ia masih melakukan pendataan terkait hal itu.

“Kan ada lima jenis pemilihan, berarti lima jenis formulir C1. Itu banyak itemnya hampir 20-30 lembar. Kali saksi 16 partai, kali DPD, tambah pengawas TPS untuk Bawaslu. jadi Kalau komplit semua misalkan ada 50 set manual,” tambah Rifqi.

Ia menjelaskan, proses rekruitmen petugas telah dilakukan sesuai prosedur. Hanya, banyak warga yang enggan menjadi petugas KPPS lantaran honor yang tak sebanding.

Sementara secara terpisah Komisioner KPU Sulsel Divisi Hubungan Masyarakat, Data, Informasi, dan Antarlembaga, Uslimin, mengatakan, empat petugas KPPS yang meninggal di Sulsel  itu tersebar di sejumlah kabupaten.

Seperti di Kabupaten Luwu Timur atas nama Ripto, Syamsuddin dari Bantaeng, Muh Iksan dari Maros, dan satu orang dari Luwu. “Yang di Luwu itu saya lupa namanya, perempuan, kecelakaan sehari sebelum pencoblosan,” kata Uslimin saat ditemui di kantor KPU Sulsel, Jumat (19/4/2019).

Tidak hanya meninggal dunia, Usle, sapaan akrabnya, juga menyebutkan beberapa petugas KPPS juga ikut sakit dan harus dirawat di rumah sakit demi menyukseskan kontestasi politik terbesar lima tahunan ini. Bahkan, beberapa di antaranya mengalami cacat permanen saat bertugas beberapa hari sebelum hari pencoblosan tiba, seperti yang terjadi di daerah Pinrang yang kehilangan satu mata karena terkena paku setelah mendirikan tenda TPS sehari sebelum pencoblosan.

“Ada yang cacat. Sampai saat ini juga ada KPPS yang belum sadarkan diri dari Toraja, kemudian ada di Galesong Utara (Takalar) di Rumah Sakit Haji karena drop pada hari-H,” katanya.

Sampai saat ini, kata dia, ada juga petugas KPPS yang belum sadarkan diri dari Toraja, kemudian ada di Galesong Utara (Takalar) di Rumah Sakit Haji karena drop pada hari-H.

Tidak Terima Santunan

Sementara itu, disinggung soal santunan, Rifqi mengaku KPU Jabar tak memiliki anggaran untuk itu. Sebab itu, ia pun meminta bantuan dari Pemprov Jabar agar memberikan uang bantuan bagi para keluarga yang ditinggalkan.

“Itu agak susah, itu kan tidak mengenal santunan. Bahkan tadi kita sudah koordinasi dengan pemerintah provinsi, akhirnya kita upayakan ada santunan. Jadi selesai semua proses pemilu, kita akan mendata semua yang kena musibah meninggal, baik di tingakt TPS, kelurahan atau kecamatan,” jelasnya.

Berkaca dari kejadian itu, Rifqi berharap pemerintah pusat menaikan honor para petugas KPPS. Ia beralasan, tugas sebagai petugas KPPS sangat menguras energi dan punya beban tanggung jawab yang besar.

“Pertama, kita berharap honor penyelenggara itu harus diperhatkan. Ini kan tidak berbadning dengan pekerjaannya. Dan kita bersyukur masih ada yang mau jadi petugas KPPS, punya beban kerja cukup luar biasa, dengan honor yang terbatas. Coba bayangkan, banyak orang gak mau jadi petugas KPPS gak akan jadi pemilu,” kata Rifqi.

Sampaikan Duka Cita

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyampaikan ucapan dukacita bagi para petugas KPPS yang meninggal. “Keluarga besar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) memberikan apresiasi setinggi-tingginya untuk para penyelenggara Pemilu, petugas KPPS yang telah berjuang menyukseskan agenda besar nasional ini,” paparnya dalam keterangan resmi, seperti dilansir Tempo, Sabtu (20/4/2019).

Tjahjo juga turut mendoakan petugas KPPS yang jatuh sakit akibat kelelahan mengawal proses Pemilu di lokasi masing-masing sejak hari pencoblosan hingga perhitungan suara. Pekerjaan sebagai penyelenggara Pemilu diakui sangat berat dan menguras tenaga.

Meninggalnya petugas KPPS tercatat terjadi di Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Malang, Tasikmalaya, dan Karawang. Beberapa didahului dengan pingsan, beberapa mengalami serangan jantung, dan ada pula yang mengalami kecelakaan. Namun, seluruhnya diduga diakibatkan kelelahan setelah bertugas. KPU pun berencana memberikan santunan kepada petugas KPPS yang meninggal dan sakit. (BB-DIO) 

Sumber: Kompas.com