“Logika sederhana sesuai ketentuan UU Tipikor pemberi dan penerima suap sama-sama dapat dijerat dengan ancaman pidana. Pintu masuk untuk menyeret dua orang ini melalui laporan dari Gillian Khoe tersebut,” ungkapnya.

Dia mendorong Polda Maluku agar mempercepat proses hukum secara transparan. Alasannya, karena dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh kedua pihak ini bukan saja merendahkan martabat penyelenggara negara, tetapi juga melukai rasa keadilan hukum masyarakat.

“Oleh karena itu, dengan proses hukum yang cepat akan menjamin adanya kepastian hukum yang berkeadilan,” tandasnya.

Diketahui, Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor menjelaskan penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu:

(1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Dan (7) Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun yang dimaksud dengan gratifikasi seperti penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor yaitu gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat [discount], komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi ini baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya diatur pada Pasal 12B ayat 1 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. (BB)

 

Editor: Redaksi