BERITABETA.COM, Ambon – Kasus gratifikasi atau pemberi dan penerima suap ancaman hukuman pidananya tidak hanya dikenakan kepada pelaku penerima gratifikasi saja, tapi pemberinya pun turut diancam dengan hukuman pidana.

Ihwal ini telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.

UU Tipikor menjelaskan, setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah suap, tetapi ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Pengamat Hukum Ali Asgar Tuhulele berpendapat, pemberian uang oleh Kontraktor Gillian Khoe kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Provinsi Maluku Andi Nurka, ini merupakan praktik gratifikasi. Bila terbukti, mereka berdua terancam masuk bui.

Dia menyarankan kepada Tim Penyelidik Polda Maluku untuk menggunakan UU tentang Pemberantasan Tipikor guna menjerat Gillian Khoe maupun Andi Nurka.

“Pemberian uang totalnya mencapai Rp3,3 miliar. kan dia iming-iming dapat sesuatu [proyek] dari pejabat atau peneyelnggara negara. Ini namanya penyuapan. Kasus ini [Gillian Khoe dan Andi Nurka] terancam masuk bui,” jelas Ali Asgar Tuhulele, SH, saat dimintai pendapat hukumnya oleh Beritabeta.com Selasa (07/12/2021), menyikapi kasus yang melibatkan Kontraktor Gillian Khoe dan Kakanwil Kemenkum HAM Maluku.

Pemilik Kantor Advokat Ali Asgar Tuhulele mengakui, pemberi dan penerima suap itu sama-sama mendapat ancaman pidana seperti yang telah diatur oleh UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Ketentuan UU No 31 tahun 1999 juncto UU No 20 tahun 2001 Pasal 12 menyatakan penerima gratifikasi diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun, dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit 200 juta rupiah, dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan bagi pemberi gratifikasi dapat dijerat berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor menyatakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Ayat 2 bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Merujuk ketentuan tersebut, menurut dia, pelapor sendiri yang menyebut telah memberikan sejumlah uang dan akan diberikan paket proyek oleh kakanwil Kemenkum HAM Maluku.

“Logika sederhana sesuai ketentuan UU Tipikor pemberi dan penerima suap sama-sama dapat dijerat dengan ancaman pidana. Pintu masuk untuk menyeret dua orang ini melalui laporan dari Gillian Khoe tersebut,” ungkapnya.

Dia mendorong Polda Maluku agar mempercepat proses hukum secara transparan. Alasannya, karena dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh kedua pihak ini bukan saja merendahkan martabat penyelenggara negara, tetapi juga melukai rasa keadilan hukum masyarakat.

“Oleh karena itu, dengan proses hukum yang cepat akan menjamin adanya kepastian hukum yang berkeadilan,” tandasnya.

Diketahui, Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor menjelaskan penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu:

(1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Dan (7) Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun yang dimaksud dengan gratifikasi seperti penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor yaitu gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat [discount], komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi ini baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya diatur pada Pasal 12B ayat 1 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. (BB)

 

Editor: Redaksi