Sebagai pengusaha ia pun mengaku heran dengan sikap petugas Dinas Kehutanan saat itu, karena kubikasi kayu itu sudah ditetapkan dalam dokumen yang disebut Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu (SKSHK) yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan.

Setelah berproses, ia pun diminta untuk kembali membayar uang sebanyak Rp 38 juta ke petugas di Dinas Kehutanan. Padahal, proses pembayaran seperti ini tidak dihendaki karena termasuk dalam praktek pungli.

“Yang harus dibayar,  ya saat pengurusan dokumen kayu berupa iuran. Itu pun tidak dibayar langsung ke oknum petugas tapi langsung disetor ke rekening yang sudah ditentukan,” haran dia.

Atas tindakan ini, dirinya menilai praktek kotor itu sangat menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan  Negara. Dan kuat dugaan puluhan juta itu diambil untuk kepentingan pribadi, karena tidak ada bukti telah disetor ke Negara.

Sementara sumber lain media ini menyebutkan, praktek seperti ini bukan baru pertama terjadi, karena pungli-pungli ini juga diketahui oleh atasan,dalam hal ini Kadis Kehutanan.

“Praktek ini sudah menjadi rahasia umum. Namun teman-teman pengusaha terpaksa harus membayar karena tidak mau tambah merugi setelah kayu –kayu yang dibawa sudah diangkut dari lokasi pengolahan,’ beber sumber yang mengaku tahu dengan praktek ini (*)

Editor : Redaksi