Oleh : Soleman Pelu  (Pengurus Mafindo Maluku)

Kontestasi Pemilihan Umum [Pemilu] serentak tahun 2024 di berbagai daerah di Indonesia akan menjadi ajang untuk menentukan pemimpin di setiap tingkatan daerah atau kabupaten/kota. 

Generasi muda merupakan partisipan penggerak awal demokrasi. Sikap pasif kaum muda akan menjadi suatu proses pelemahan demokrasi, karena kaum muda merupakan individu yang sangat kritis dalam menganalisis regulasi dan peka akan pemimpin yang tepat untuk kemajuan negaranya.

Di sini, peran pemuda akan menjadi catatan penting dalam keterlibatan penyelenggaraan Pemilu. Momentum Pemilu tahun 2024 menjadi ajang nyata untuk pemuda dalam menampilkan peranan mereka secara langsung.

Moment ini bisa dimanfaatkan pemuda untuk bisa terlibat nyata dalam membangkitkan gairah Pilkada di tengah maraknya partai politik menyiapkan kandidat terbaik mereka. Jangan sampai Pemilu  2024 menjadi ajang untuk mencari keuntungan semata atau pun apatis seperti penyelenggaraan Pemilu sebelumnya.

Melihat hal tersebut, penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi keharusan pemuda dalam berperan aktif untuk mempertahankan kemurnian demokrasi. Di sini pemuda bisa terlibat langsung dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.

Peran aktif tersebut dapat direalisasikan dengan ikut menjadi penyelenggara ataupun pengawas. Pemuda bisa mengenal dunia kepemiluan dan dunia politik dengan berpartisipasi menjadi penyelenggara tingkat kecamatan [PPK], kelurahan [PPS] maupun KPPS.

Dalam bagian pengawasan, pemuda bisa berkontribusi dengan menjadi pengawasan kecamatan (Panwascam) ataupun tingkat kelurahan (PPL).

Selian terlibat langsung sebagai penyelenggara Pemilu, pemuda juga bisa terlibat langsung ke dalam kegiatan kerelawanan yang melakukan sosialisasi terhadap masyarakat.

Tidak hanya dalam penyelenggara yang diselenggarakan oleh KPU maupun Bawaslu, pemuda juga bisa terjun langsung ke banyak lembaga non-pemerintahan yang fokus terhadap pemilu.

Pemuda harus berperan aktif dalam Pilkada untuk mewujudkan Pilkada yang sehat, memiliki jiwa idealis dan bisa mengawal keberlangsungan penyelenggaraan Pilkada.

Keberanian dan keterbukaan sikap pemuda yang kritis bisa menjadi formula yang efektif di daerah untuk menangkal politik uang [money politics] maupun politik yang menyimpang.

Upaya  membangun peradaban demokrasi dari ruang publik, merupakan peran penting pemuda untuk mencatat sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sejak masa penjajahan hingga perjuangan merebut reformasi pada 1998, pemuda mampu berperan aktif menjadi pengerak perubahan.

Sadar akan kepentingan pemuda, KPK mendorong generasi muda untuk turut berperan aktif mewujudkan indonesia yang bersih tanpa korupsi serta terhindar dari politik identitas.

Sejarah mencatat bahwa perubahan mendasar sejumlah negara di dunia, banyak diantaranya digerakan oleh kaum muda. Demikian pula fase dan periodisasi sejarah perkembangan bangsa Indonesia, yang diawali dari issu nasionalisme yang dimotori kaum muda.

Perubahan yang dipelopori oleh pemuda tersebut merupakan wujud dari bersatunya pemuda karena memiliki kepentingan yang sama [common interest] yaitu untuk memajukan Indonesia.

Kepentingan bersama tersebut akan semakin menjadi kekuatan yang besar jika diusung oleh pemuda yang memiliki komitmen moral yang tangguh dalam menyongsong negara demokrasi pancasila. Kontribusi pemuda dalam momentum perubahan bangsa tersebut memiliki sisi lain yang paradoks.

Fenomena yang terjadi adalah bahwa pemuda hanya sebagai alat mobilisasi politik semata, setelah awal perubahan dimulai maka pemuda pelopor perubahan tersebut seakan menghilang dan tidak memiliki peran dalam mengawal perubahan yang dipeloporinya.

Bentuk-bentuk rintangan dan perjuangan pemuda dalam ranah kebangkitan bangsa, tidak dapat dipungkiri tidak lebih merupakan sebuah perjuangan yang hampa dalam perspektif upaya mengisi kemerdekaan.

Ada pun pemuda yang turut serta dalam pemerintahan, lebih kepada perwujudan simbol kepemudaan dan cenderung jarang mampu mempertahankan visi dan misi yang sebelumnya diusung, dan yang terjadi tidak lebih dari sebuah regenerasi kepemimpinan bukan proses yang berada pada titik fundamental, yaitu mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang sebenar-benarnya.

Oleh sebab itu, pemuda bisa lebih berperan aktif dalam ikut serta pada proses politik di dalam penyelenggaraan Pilkada.

Pemuda dengan penggunaan media sosial yang sangat lekat secara tidak langsung menumbuhkan jaringan-jaringan baru yang timbul diantara para pemuda seperti, organisasi, komunitas dan lainnya yang cenderung dilakukan oleh pemuda saat ini. Partisipasi aktif pemuda bisa meningkatkan angka pemilih.

Makin banyak jumlah pemuda yang ikut berpartisipasi aktif dalam pilkada maka semakin mendorong terciptanya demokrasi lokal yang bersih dan sesuai marwah politik Indonesia.

Makin banyak pemuda yang ikut dalam proses politik Pilkada dengan membawa aura perubahan positif, maka semakin cepat pula terciptanya demokratisasi di tingkat lokal. Oleh karena itu pemuda lebih senang melihat kiprah pemerintah yang bekerja dengan jelas.

Bukan dengan hal-hal yang jauh dari realitas yang bisa merasakan langsung pahit-manis kehidupan ternyata lebih bisa langsung menyatakan ketidaksukaannya terhadap suatu peristiwa yang merugikan mereka atau merugikan demokrasi.

Bagi jalannya demokrasi, pemuda akan menjadi salah satu penopang yang sepertinya akan menjadi pahlawan baru di setiap negara untuk memperjuangkan kehidupan atau keadilan dan kesetaraan yang lebih baik di dalam kehidupan masyarakat. 

Dengan kata lain, generasi milenial adalah pemuda yang dengan lantang menyuarakan keadilan dan kesetaraan di tengah kehidupan demokrasi yang ternyata dianggap tidak mampu menciptakan keadilan dan kesetaraan. Ini merupakan sebuah realita yang juga harus disikapi oleh generasi selain milenial (*)