BERITABETA.COM, Ambon – Tuntutan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Tanimbar (KKT) bersama DPRD KKT, terkait jatah pengelolaan  Participating Interest (PI) 10 persen Blok Masela, akhirnya terjawab sudah.

Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury menjelasakan pihaknya telah melakukan pertemuan bersama dengan Gubernur Maluku Murad Ismail membahas tiga tuntutan yang disampaikan DPRD KKT dalam pertemuan bersama beberapa hari lalu.

"Kami telah menerima DPRD KKT dan telah membicarakan aspirasi mereka dengan tiga rekomendasi. Atas pikiran mereka itu, kami sudah berkoordinasi dengan Bapak Gubernur Maluku," kata Wattimuri kepada wartawan di Kantor DPRD Maluku, Kamis (18/3/2021).

Singkatnya, kata Wattimury, tiga point tuntutan yang disampaikan DPRD KTT itu, sangat mustahil untuk dapat dikabulkan,  karena tidak didukung dengan regulasi yang mengatur terkait pemberian jatah pengelolaan sebanyak PI 5,6 % kepada KKT sebagai kabupaten penghasil.

"Letak Blok Masela itu sudah di atas 12 mil, jadi sudah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, tapi karena kebaikan Presiden maka kewenangan ini telah diberikan kepada Pemerintah Provinsi Maluku untuk mengelola PI 105 Blok Masela  tersebut," pungkasnya.

Menurut Wattimuri, selain berkoordinasi dengan Gubernur Maluku, pihkanya juga telah bertemu dengan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Provinsi Maluku, Kepala Biro Hukum serta Direktur Utama PT Maluku Energi.

“Kita sudah membicarakan tentang pikiran dari DPRD KKT berkaitan dengan permintaan mereka sebagai daerah penghasil dalam pengelolaan PI 10% Blok Masela itu,"katanya.

Dikatakan, dalam pertemuan tersebut, DPRD Maluku telah membicarakan berbagai hal sesuai dengan perundang-undangan dan juga  berdasarkan Peraturan ESDM. Terutama yang berkaitan dengan pengelolaan Migas Blok Masela, yang telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Provinsi Maluku.

Untuk itu, kata Wattimuri dengan mengacu kepada setiap regulasi yang ada,  maka permintaan yang disampaikan oleh DPRD KKT saat itu, tidak tidak didukung dan tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Rapat bersama pimpinan dan anggota DPRD Maluku dengan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan DPRD KKT yang digelar di Baileo Rakyat Karang Panjang, Senin (15/3).

"Ini telah jelas tercantum pada Peraturan Menteri ESDM dan juga pada UU Nomor 23 Tetang Pemerintahan Daerah terkait dengan pembagian keuangan. Dan dapat disimpulkan bahwa permintaan DPRD KKT, sebagai daerah penghasil itu sesuatu yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan," tandas.

Ia menegaskan, saat ini Pemerintah Provinsi Maluku telah ada pada tahapan ke enam dari sepuluh tahapan yang harus diselesaikan dalam pengelolaan Blok Masela.

"Sampai sekarang kita telah tiba ditahapan ke enam dari sembilan atau sepuluh tahapan yang harus diselesaikan. Itu berarti PI 10% ini telah disampaikan oleh Pemerintah Provinsi Maluku tetapi masih dalam proses, sehingga Pak Gubernur Maluku telah memberikan perhatian penuh agar seluruh tahapan ini bisa berjalan dengan baik," terangnya.

Atas kondisi ini, tambahnya, DPRD Maluku tetap mendukung penuh segala tahapan yang hari ini telah dijalankan oleh Gubernur Maluku berkaitan dengan PI 10%.

Wattimury juga menambahkan, terkait pembagian hasil dengan KKT sebagai daerah terdampak serta  Maluku Barat Daya tentu menjadi prioritas utama bagi Pemerintah Provinsi Maluku.

"Tentu apa yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Maluku saat ini adalah mengikuti peraturan perundang-undangan tidak lebih dari itu, jadi kita patuh terhadap ketentuan perundang-undangan," terangnya.

Tuntutan Pemkab dan DPRD KKT

Sebelumnya dipimpin Bupati KKT Petrus Fatlolon, rombongan anggota DPRD dan Pemkab KKT menggelar pertemuan bersama dengan DPRD Maluku.

Dalam pertemuan itu, Bupati Patlolon menyampaikan KKT yang merupakan daerah penghasil sehingga meminta, jatah 5,6 persen dari PI 10% tersebut.

“Kita minta porsi hanya 5,6 persen dan bukan tidak punya alasan. Saya kira ada ruang negosiasi. Jangan 10 persen semua ke provinsi. Itu pasti kami keberatan dan rakyat Tanimbar menangis kalau tidak dapat 1 persen pun dari PI 10 persen kita berjuang sampai ke Presiden,” tandas Fatlolon dalam rapat bersama pimpinan dan anggota DPRD Maluku, di Baileo Rakyat Karang Panjang, Senin (15/3/2021).

Dikatakan, permintaan jatah 5,6 persen pengelolaan PI itu merupakan hal yang wajar,  karena 1000 persen pembangunan LNG Masela itu ada di daratan KKT.

Permintaan itu, kata Bupati KKT, menyusul adanya surat Menteri ESDM kepada SKK Migas Nomor: 560/13/MEM.M/2019 tanggal 19 Desember 2019, maka Kepala SKK Migas mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Gubernur Maluku Nomor: SRT-0886/SKKMA0000/2019/S9, tanggal 20 Desember 2019 perihal Partisipasi Interest 10% wilayah kerja (WK) Masela.

Dalam surat dimaksud, Gubernur Maluku diminta untuk menyiapkan BUMD yang akan menerima dan mengelola PI 10 persen Blok Masela dalam kurun waktu paling lambat 1 Tahun.

Memperhatikan surat SKK Migas tersebut, maka sebelum berakhirnya waktu penyiapan BUMD dimaksud, pemerintah KKT telah melayangkan 2 surat kepada Gubernur Maluku. Surat pertama, bernomor: 542.1/83 tanggal 24 Januari 2020 perihal mohon pertimbangan penetapan 5,6 persen dari PI 10 persen bagi KKT dan surat kedua Nomor: 542/1112 tanggal 16 Desember 2020 perihal penyampaian minat pengelolaan PI 10 persen.

Kemudian mendasari surat Kepala SKK Migas kepada Gubernur Maluku Nomor: SRT0886/SKKMA0000/2019/S9, tanggal 20 Desember 2019, maka Gubernur Maluku mengeluarkan surat kepada Kepala SKK Migas Nomor: 540/3592 tanggal 24 November 2020 perihal penunjukan BUMD PT Maluku Energi Abadi, sebagai penerima dan pengelola PI 10 persen WK Masela.

Petrus berdalih, keputusan tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan konsep pengelolaan WK Masela dengan skema onshore dan posisi KKT sebagai daerah terdampak dan daerah perbatasan yang sewaktu-waktu bisa terdampak dari sisi pertahanan dan keamanan negara.

“Kami berkesimpulan Maluku Energi Abadi mengelola 100 persen dari PI 10 persen WK Masela dan KKT tidak dilibatkan dalam proses penawaran PI 10 persen,” tegas Petrus.

Selain itu, lanjut Petrus, menjawab keberatan dari Pemerintah KKT, Gubernur Maluku Murad Ismail kemudian dua kali menyurati Bupati KKT dengan surat Nomor: 542/288 tanggal 19 Januari 2021.

Surat Gubernur Maluku itu, intinya menyatakan bahwa PI 10 persen Blok Masela adalah kewenangan Pemprov Maluku dan telah menunjuk BUMD Provinsi PT Maluku Energi Abadi sebagai penerima dan pengelola 100 persen dari PI 10 persen WK Masela serta menyatakan permohonan Pemerintah KKT tidak relevan.

Menurutnya sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55  Tahun 2005 tentang dana bagi hasil SDA, menyatakan bahwa kabupaten penghasil gas alam akan memperoleh bagi hasil sebesar 12 persen, provinsi 6 persen, dan kabupaten lain dalam provinsi tersebut sebesar 12 persen.

Sementara itu,  dalam rapat tersebut juga Ketua DPRD KKT Jaflaun Batlayeri juga membacakan 3 rekomendasi hasil sidang Paripurna DPRD KKT. Pertama Rakyat KKT meminta gubernur dan DPRD Maluku untuk mengusulkan dan merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM agar dapat menetapkan KKT sebagai daerah penghasil.

Kedua, meminta Pemerintah Provinsi dan DPRD Maluku mengusulkan CSR sebesar 2-3 persen. Dan ketiga, rakyat KKT meminta kepada gubernur dan DPRD Maluku memberikan porsi hak pengelolaan PI sebesar 6 persen dari PI 10 persen  kepada KKT.

“Saya kira sudah jelas kenapa kami semua datang ke sini, kami minta kepastian dari pimpian DPRD dan harus diputuskan,” pinta Batlayeri (BB-PP/DIO)