Sekuntum Mawar Dalam Peradaban Islam

Dalam kosmetik tradisional Timur Tengah, celak hitam atau bubuk antimonium sulfida yang digunakan sebagai eyeliner oleh para wanita Jazirah Arab itu, kerap kali dibuat dengan campuran air mawar.
Selain diambil minyaknya sebagai bahan dasar parfum, mawar juga menempati posisi teristimewa dalam khazanah kedokteran Islam sebab airnya mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan mulai dari tuberkulosis hingga gangguan perut dan mual.
Sementara para sastrawan dan filsuf seperti Jalaluddin Rumi dan Ruzbihan Baqli, mereka menggambarkan setangkai mawar merah sebagai bagian dari keindahan dan kemuliaan Sang Maha Cinta.
Pada masa kekhalifahan Utsmani, setiap orang yang melewati kesultanan Turki akan mengabadikan dalam bait - bait perjalanan mereka tentang kecintaan masyarakat Turki terhadap berbagai bunga.
Setiap penduduk kekaisaran menjadikan menanam bunga sebagai hobi yang ditekuni dengan serius.
Tulip sangat populer di masyarakatnya sehingga menjadi motif desain dalam industri tekstil, keramik, lukisan, dan bahkan arsitektur. Dalam kaligrafi Utsmani, bunga - bunga sarat akan makna islami.
Seperti anggunnya setangkai Tulip yang melambangkan Allah SWT bersanding dengan pesona sekuntum Mawar yang dimaknai sebagai simbol Rasulullah SAW.
Keindahan anyelir menyiratkan pengabdian, sementara kecantikan teratai yang merekah, mengapung di permukaan air, dianggap sebagai isyarat hamba Allah yang sedang membentangkan sajadah.
Begitulah perjalanan wangi kuntum - kuntum mawar dalam peradaban cahaya. Meski kota parfum telah bergulir ke tetangga seberang, tak jua menyurutkan pesona mawar di pegunungan negeri Rasulullah.
Seperti pesan Sang Khulafaur Rasyidin Ali bin Abi Thalib : "Jadilah seperti bunga yang memberikan keharuman, bahkan kepada tangan yang telah menghancurkannya".
Para ummahat, bagilah kisah - kisah menarik tentang peradaban ini, memenuhi mimpi - mimpi putra putri kita.
Kelak merekalah yang akan mengembalikan keindahan dan keagungan agama ini pada tempat yang dimaui Allah dan Rasul-Nya.
Semoga Allah membuktikan kekuatan doa dan ikhtiar setiap kita, agar mimpi anak - anak, kelak tak sekedar mimpi. Bukan pula sekedar hari - hari peringatan yang menyibukkan jadwal setahun kita.
Tapi ajari mereka bagaimana cara mendekap kitab - kitab para ulama, lalu pahami betapa sempurna dan indahnya agama ini. Selamat Hari Anak Nasional (*)
Geldrop, 24 Dhu'l - Hijjah 1443 H.