Serapan APBD Rendah, Anggota DPRD Maluku Sebut Ini Hal Lucu
BERITABETA.COM, Ambon – Polemik seputar serapan APBD Maluku tahun 2021 yang dinilai masih rendah, membuat sejumlah pihak menaruh prihatin atas kondisi yang terjadi.
Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra mengatakan kondisi serapan APBD yang rendah itu dinilai sebagai sesuatu yang lucu, karena itu terjadi disaat daerah masih memerlukan banyak penanganan tapi anggarannya didiamkan dan tidak digunakan secara maksimal.
"Harus diingat kalau Menteri Keuangan sudah memberikan peringatan dan catatan kritis bagi pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah strategis," kata Amir kepada Antara di Ambon, Jumat (26/11/2021).
Rumra mengatakan, pemerintah daerah harus segera menanggapi peringatan yang telah disampaikan oleh Menteri Keuangan itu.
"Sebagai wakil rakyat kita malu, karena dikritik langsung oleh menteri dan ini menandakan kita mau anggarannya besar namun sebaliknya justeru tidak mampu untuk mempergunakannya dengan baik," ucap Amir.
Amir berharap semoga sisa satu bulan terakhir di tahun 2021 ini bisa dipergunakan anggarannya oleh pemerintah daerah untuk kebutuhan masyarakat.
Apalagi dalam proses pembahasan APBD Perubahan itu telah dilakukan refocusing anggaran guna mendukung program penanganan pandemi COVID-19 di Maluku.
Seperti dikutip dari cnbcindonesia.com, 23 November 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, menjelang akhir tahun, belanja pemda masih sangat minim, secara persentase nasional baru mencapai 50%.
Dijelaskan, per 18 November 2021 secara nasional realisasi pendapatan daerah mencapai Rp 841,65 triliun, diikuti belanja daerah sebesar Rp 730,13 triliun.
"Daerah Maluku belanjanya baru 39%. Bayangkan ini sudah November, data ini berdasarkan 18 November 2021. Artinya tinggal satu bulan lebih sedikit," ujarnya lagi.
"Kita sebetulnya hanya punya waktu satu bulan untuk eksekusi APBN dan APBD dan masih banyak daerah yang belanjanya masih di bawah 50%," kata Sri Mulyani geram.
Realisasi APBD yang masih rendah ini, kata Sri Mulyani menunjukkan masih rendahnya efektivitas dan belum sinkronnya kebijakan APBN pusat dengan daerah dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
"Ini artinya pemerintah pusat sedang usaha mendorong pemulihan ekonomi dengan counter cyclical defisit hingga Rp 543 triliun (hingga akhir Oktober 2021), namun daerah justru menahan belanja atau belum bisa belanja. Sehingga mencapai surplus Rp 111,52 triliun," ujarnya (*)
Editor : Redaksi